Bank Indonesia hari ini akan memulai rangkaian dua hari Rapat Dewan Gubernur di mana pada Rabu lusa keputusan bunga acuan BI rate akan diumumkan, berikut pandangan Perry Warjiyo dan kolega terhadap perkembangan terakhir ekonomi global dan dampaknya pada perekonomian domestik.
Di Asia pagi ini, kebanyakan mata uang Asia terlihat rebound terhadap dolar AS dipimpin oleh ringgit Malaysia yang menguat 0,31%, lalu won Korsel 0,30% dan baht 0,29% serta yen 0,07%.
Kebangkitan mata uang Asia itu terutama karena kemunculan laporan Bloomberg pagi ini yang menyebutkan, tim ekonomi Trump tengah membahas peningkatan tarif impor secara bertahap dari bulan ke bulan. Itu menjadi pendekatan bertahap yang ditujukan untuk menaikkan daya tawar sembari membantu perekonomian terbesar itu menghindari lonjakan inflasi.
Laporan itu bersumber dari beberapa orang yang mengetahui masalah tersebut. Salah satu gagasan yang diusung adalah, tarif impor akan dikenakan bertingkat antara 2% hingga 5% setiap bulan, yang akan bergantung pada otoritas eksekutif di bawah Undang-Undang International Emergency Economic Power Act.
Proposal kebijakan itu masih berada dalam tahap awal dan belum disampaikan pada Trump, menurut sumber Bloomberg. Para penasihat di balik rencana tersebut di antaranya adalah calon menteri keuangan AS Scott Bessent, lalu Direktur Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hasset serta Stephen Miran yang dicalonkan memimpin Dewan Penasihat Ekonomi, menurtu sumber Bloomberg.
Indeks Bloomberg Dollar Spot langsung melemah 0,4%, pelemahan terbesar sejak 6 Januari, begitu laporan tersebut dirilis. Mata uang yang menjadi lawan dolar AS rebound seperti dolar New Zealand, kiwi yang naik 0,4%. Lalu, dolar Australia, aussie, yang juga menguat 0,4%. Begitu juga euro yang menguat 0,3%.
Prediksi Goldman Sachs
Sebelumnya, bank investasi global Goldman Sachs merilis prediksi baru penguatan dolar AS ke depan. Memasukkan dua faktor utama yakni ketangguhan ekonomi AS yang terlihat dari beberapa indikator terakhir, juga rencana tarif impor Trump, Goldman memprediksi dolar AS bisa menguat 5% dalam beberapa waktu ke depan.
Prediksi itu keluar sebelum ada 'bocoran' tentang rencana tarif Trump seperti dilansir oleh Bloomberg. Yang pasti, prediksi itu sempat memberi dorongan penguatan pada indeks dolar AS (DXY) hingga menyentuh level 110 pada perdagangan intraday hari Senin lalu.
Bila rencana tarif Trump, seperti diungkap dalam laporan tersebut, akan dijalankan bertahap demi menghindari inflasi, maka itu menjadi kabar 'penawar' pada pasar yang sejauh ini sudah ketakutan akan adanya kebangkitan inflasi di AS.
Inflasi yang kembali bangkit akan mempersempit peluang bagi Federal Reserve, bank sentral AS, menurunkan bunga acuan. Para investor sudah priced in hanya akan ada satu pemangkasan lagi tahun ini, mengecil dari ekspektasi sebelumnya.
Itu terlihat dari pergerakan yield Treasury, surat utang AS, di mana tenor 20 tahun sudah di atas 5%. Sementara tenor 10 tahun juga meningkat di 4,76%. Sementara tenor 2 tahun yang sensitif terhadap arah kebijakan bunga acuan, pagi ini di sesi Asia terpantau turun 0,8 basis poin di level 4,37%.
Pada perdagangan kemarin, gejolak pasar global telah turut memantik turbulensi di pasar domestik terutama di pasar surat utang. Penyempitan selisih imbal hasil investasi surat utang antara AS dan RI yang kian menyempit, mendorong keluarnya para pemodal -termasuk investor asing- dari pasar pendapatan tetap. Yield Surat Utang Negara tenor 10 tahun melonjak hingga mendekati 7,30%.
Berdasarkan data otoritas, arus keluar modal asing masih terlihat di pasar surat utang negara dan saham. Pada 10 Januari lalu, asing menjual US$ 63,8 juta surat utang RI. Sementara kemarin, asing tercatat melepas US$ 23,5 juta saham.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah masih akan berpotensi melemah menuju level support terdekat di Rp16.300/US$. Bila berlanjut tekanan, pelemahan bisa berlanjut ke Rp16.350/US$.
Apabila dua level support itu tertembus, rupiah bisa makin tertekan menuju level Rp16.400/US$ sebagai support terkuatnya.
Sementara bila terjadi penguatan, terdapat level resistance menarik dicermati di kisaran Rp16.250/US$ dan selanjutnya Rp16.220/US$.
Rupiah sejatinya masih memiliki potensi penguatan optimis lanjutan seiring sentimen pasar ke resistance potensial di level Rp16.200/US$ dan Rp16.180/US$, meski terbatas peluangnya.
(rui)