Kedigdayaan dolar AS jadi sentimen negatif bagi emas. Kemarin, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) sempat menyentuh level 110. Ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2022.
Dolar AS ‘mengamuk’ karena ekonomi Negeri Paman Sam yang solid. Ini tercermin dari data ketenagakerjaan terbaru yang dirilis akhir akhir pekan lalu.
US Bureau of Labor Statistics melaporkan, perekonomian AS menciptakan 256.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll) pada Desember 2024. Jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yaitu 212.000. Juga lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar dengan perkiraan 160.000.
Non-farm payroll di 256.000 juga menjadi yang tertinggi dalam 9 bulan terakhir.
Kuatnya ekonomi AS mungkin menyebabkan bank sentral Federal Reserve tidak perlu terlampau agresif dalam melonggarkan kebijakan moneter. Suku bunga acuan sepertinya tidak perlu dipangkas 100 basis poin (bps) seperti tahun lalu.
Suku bunga yang masih akan bertahan di level tinggi membuat aset berpendapatan tetap seperti obligasi menjadi primadona, karena menjanjikan keuntungan yang menarik. Kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun menyentuh 4,788%. Tertinggi dalam 2 tahun terakhir.
Akibatnya, investor berbondong-bondong memborong dolar AS untuk memberi US Treasury Bonds. Hasilnya jelas, dolar AS berjaya karena tingginya permintaan.
Emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Ketika dolar AS mengalami apresiasi, maka emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan akan turun, harga pun mengikuti.
Emas juga berstatus sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas jadi kurang menguntungkan saat suku bunga masih tinggi.
(aji)