Logo Bloomberg Technoz

Perekonomian terbesar di dunia itu sampai saat ini terlihat masih menunjukkan ketangguhannya. Data terakhir penambahan lapangan kerja pada akhir tahun yang mencapai lebih dari seperempat juta pekerjaan, telah mengguncang pasar. Tingkat pengangguran juga tak terduga turun ke 4,1%. 

Presiden China Xi Jinping & Presiden AS Donald Trump. Potensi Perang Dagang 2.0 menjebak dunia dalam ancaman inflasi dan bunga tinggi (Bloomberg)

Kabar ketangguhan ekonomi yang seharusnya menjadi berita baik, hari-hari ini justru menjadi kabar buruk bagi pasar. Ekonomi yang tangguh membuka potensi inflasi terus melaju karena permintaan yang terus bertumbuh. Di sisi lain, retorika Trump yang berulang disuarakan terkait rencana penerapan tarif impor tinggi pada barang-barang dari beberapa negara mitra AS, juga potensial memicu inflasi kembali bangkit di negeri itu.

Dalam dua hal itu, hilirnya adalah satu: pelonggaran moneter oleh Federal Reserve, bank sentral AS, akan semakin jauh. Lonjakan imbal hasil Treasury, surat utang AS, hingga melampaui 5% untuk tenor 20 dan 30 tahun, menjadi cerminan kekhawatiran para pelaku pasar. 

Keperkasaan dolar AS diperkirakan masih akan berlanjut (Bloomberg)

Indeks dolar AS, yang mengukur nilai dolar AS dibanding enam mata uang utama dunia (DXY), tak ayal makin melejit dengan posisi sore ini sudah menyentuh 109,88, tertinggi sejak awal November 2022 silam. 

Bila perkiraan Goldman tepat, berarti pasar harus bersiap menyaksikan indeks dolar AS menyentuh level 115,5 dalam beberapa waktu ke depan. 

Sebagai gambaran, indeks dolar AS menyentuh level terendahnya setahun terakhir pada 27 September lalu di posisi 100,38. Dengan posisi saat ini ada di 109,87, berarti telah terjadi kenaikan indeks dolar AS sebesar 9,46%. 

Ketika indeks dolar AS menguat sebanyak itu selama rentang 27 September-13 Januari, rupiah pada saat yang sama membukukan pelemahan lebih rendah yaitu sebesar 7,07%.

Dengan asumsi kenaikan indeks dolar AS mencapai 5%, diikuti pelemahan rupiah dengan persentase yang sama, maka nilai rupiah bisa menjebol Rp17.089/US$. 

Bahkan, hanya dengan penurunan nilai tak sampai 2% saja, rupiah sudah akan menjebol level terlemah sepanjang sejarah yang pernah pecah pada saat pandemi Covid-19, sekitar Maret 2020 silam, yaitu di Rp16.576/US$.

Kenaikan proyeksi akan kekuatan dolar AS ke depan mendapatkan sokongan dari data job's report terakhir yang dirilis Jumat lalu. Dolar AS diyakini akan semakin digdaya mengalahkan nyaris semua mata lain di dunia, mulai dari euro, dolar Australia, sampai mata uang emerging market seperti rupiah.

Sebagai gambaran, ketika The Fed memangkas bunga acuan pada September lalu, Goldman sempat menurunkan perkiraan mereka terhadap dolar AS. Namun, prediksi itu melesat karena nyatanya indeks dolar AS telah melambungn sampai lebih dari 9% sejak bulan itu.

Dalam proyeksi terbaru ini, Goldman memperkirakan, euro akan melemah di bawah par di level 0,97 per dolar AS dalam enam bulan ke depan. Itu menjadi level terendah di mana terakhir terjadi pada 2022 setelah Rusia menginvasi Ukraina dan memicu krisis energi hebat di Eropa dan menyeret dunia dalam situasi pelik disrupsi rantai pasok serta inflasi tinggi. Sebelumnya, bank investasi ini memperkirakan euro akan melemah ke kisaran 1,05 per dolar AS. 

Sementara terhadap poundsterling, mata uang Inggris, Goldman memprediksi dalam enam bulan ke depan nilai sterling akan melemah ke 1,22 per dolar AS, dibandingkan prediksi sebelumnya sebesar 1,32 per dolar AS. Pada Senin ini, mata uang Inggris itu telah melemah 0,7% ke level US$ 1,2126, terendah sejak November 2023.

Adapu untuk dolar Australia, aussie, diperkirakan akan melemah menjadi 0,62 sen AS dalam waktu tiga bulan. Prediksi sebelumnya adalah di 0,66 sen AS.

"Dominasi dolar AS tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, sehingga menyiapkan tahun yang penuh tantangan bagi mata uang Asia," kata Mary Nicola, Market Live Strategist Bloomberg.

Sejak pagi tadi, dolar AS 'mengamuk' mengalahkan hampir semua mata uang di kawasan Asia. The greenback telah menjatuhkan rupee India ke level rekor terendah baru.

Rupee menjebol level terlemah baru akibat kedigdayan dolar AS di seluruh dunia (Bloomberg)

Rupee melemah 0,63% sampai sore ini dan menjadi valuta Asia dengan pelemahan terdalam. Sementara peso melemah 0,62% disusul oleh rupiah yang ambles 0,55%. 

Investor termasuk para hedge fund tampaknya mendukung pandangan optimis terhadap mata uang AS, dengan posisi dolar yang bullish kini berada pada level tertinggi sejak Januari 2019, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg dari Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Futures Trading Commission).

Bahkan dengan peningkatan terbaru, ahli strategi dari Goldman melihat risiko penguatan dolar lebih lanjut di masa depan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemungkinan berlanjutnya ketahanan ekonomi meskipun adanya tarif yang lebih tinggi dan dampak yang lebih mengganggu terhadap negara-negara yang sensitif terhadap suku bunga, menurut catatan mereka.  

“Meskipun kami mengakui bahwa pelaku pasar valuta asing jelas mengharapkan perubahan kebijakan tarif pada tingkat tertentu, dan sulit untuk menguraikan faktor pendorong pergerakan baru-baru ini, kami berpendapat bahwa dolar akan lebih kuat di masa depan,” tulis mereka.

Rupiah Bisa Rp17.000/US$

Tingkat suku bunga tinggi lebih lama ditambah potensi pecahnya Perang Dagang 2.0, menjadi bagian dari faktor-faktor risiko yang dihadapi oleh Indonesia.

"Hal itu akan berdampak negatif pada negara-negara dengan defisit transaksi negatif termasuk Indonesia. Namun, mengingat sifat ekonomi Indonesia yang defensif dan berorientasi domestik dengan kontribusi konsumsi rumah tangga >50% terhadap Produk Domestik Bruto, hal itu dapat menyebabkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain di kawasan," kata Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan Henry Wibowo, dalam riset yang dilansir Desember lalu.

Analis menyuguhkan dua skenario bull dan bear untuk IHSG tahun depan dengan rupiah sebagai salah satu variabel penting.

Dalam skenario bull, IHSG berpotensi menyentuh 8.400 tahun depan dengan asumsi rupiah menguat ke Rp15.000/US$ didukung oleh defisit transaksi berjalan yang lebih baik, arus masuk investasi langsung asing (FDI) yang lebih baik juga ketangguhan konsumsi domestik. Skenario itu juga membutuhkan arus masuk modal asing yang pasar saham.

Sedangkan dalam skenario bear, IHSG bisa terperosok ke 6.500. Skenario itu adalah bila terjadi penurunan proyeksi pertumbuhan PDB lebih lanjut, ditambah inflasi lebih tinggi serta daya beli konsumen yang lebih lemah. "Juga, depresiasi rupiah yang cepat hingga ke Rp17.000/US$," demikian riset menyebutkan.

JP Morgan memprediksi, nilai tukar rupiah rata-rata bergerak di kisaran Rp16.275-Rp16.400/US$ pada 2025. 

(rui/aji)

No more pages