“Ini sebenarnya yang membuat harga minyak mentah dunia ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Akan tetapi, ini kan baru sanksi yang diterapkan oleh Amerika ke Rusia,” tutur Ibrahim.
Perlawanan Rusia
Menurutnya, Rusia kemungkinan akan melakukan perlawanan terhadap AS. Bahkan, dia menyebut Moskwa bisa mengekspor minyak secara 'gelap' atau secara diam-diam kepada India dan China melalui transaksi kripto.
Namun, Ibrahim memprediksi kondisi ini tidak akan berlangsung lama karena kondisi geopolitik bersifat sementara.
“Karena secara teknikal fundamental, harga minyak itu pasti bakal jatuh karena itu jadi oversupply. Jadi jangan kaget, [..] pasti jatuh lagi,” ucap Ibrahim.
Secara terpisah, Analis Mata Uang dan Komoditas Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan harga minyak Brent berpotensi naik menjadi US$85/barel dalam satu hingga dua pekan mendatang imbas sanksi terbaru AS ke Rusia, yang dimulai sejak Jumat (10/1/2025).
“Namun, menurut saya, reaksi ini hanya bersifat short-term [jangka pendek] dan tidak akan membuat harga minyak naik terus dan bertahan tinggi [sepanjang 2025],” imbuh Lukman.
Dampak ke RI
Lukman menilai anomali harga minyak dunia akibat sanksi AS ke Rusia juga akan berdampak pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Namun, kenaikannya tidak terlalu tinggi karena fluktuasi harga minyak internasional tidak akan seperti saat sanksi pertama kali diberikan pada awal perang Ukraina pada 2022.
Sementara itu, Ibrahim menilai sanksi tersebut akan berimbas pada harga bahan bakar avtur sehingga harga tiket pesawat kemungkinan akan mengalami kenaikan.
“Ya, walaupun pemerintah kemungkinan besar Lebaran itu akan menurunkan tiket pesawat. Akan tetapi, kalau seandainya harga minyak mengalami kenaikan, ini akan sulit,” kata Ibrahim.
Harga minyak hari ini terus naik hingga diperdagangkan mendekati level tertinggi dalam tiga bulan terakhir, menyusul gelombang baru sanksi AS terhadap industri energi Rusia yang mengancam akan membatasi pasokan minyak mentah di pasar global.
Goldman Sachs Group Inc memproyeksikan harga Brent dapat naik sedikit di atas kisaran tertinggi proyeksinya tahun ini jika produksi Rusia turun 1 juta barel per hari secara terus menerus. Dengan demikian Goldman meramal harga Brent bisa naik menjadi US$90/barel.
Namun, Goldman bersikap hati-hati, memilih untuk mempertahankan prospek kasus dasar untuk produksi dan harga Rusia, dengan Brent diperkirakan mencapai US$76 per barel selama 2025.
(wdh)