Logo Bloomberg Technoz

SRBI menjadi satu dari tiga instrumen terbaru operasi moneter Bank Indonesia untuk membantu stabilisasi rupiah di pasar. Dua instrumen yaitu SRBI dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dalam sebulan terakhir juga menjadi aset paling ditinggalkan oleh asing di Indonesia.

Pada Desember, asing telah mencatat capital outflows senilai Rp19,53 triliun dari SRBI dan sebesar Rp16,97 triliun dari Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), yang mengakibatkan nilai rupiah terseret melemat 1,48% dibanding bulan sebelumnya.

Lonjakan imbal hasil Treasury, surat utang Amerika Serikat, hingga ke level tertinggi sejak akhir 2022 lalu, berpotensi menyedot likuiditas dari pasar emerging pulang kembali di pasar Negeri Paman Sam, tak terkecuali dari Indonesia.

Pemodal global akan secara alamiah berupaya keluar dari pasar negara berkembang dan aset-aset yang berisiko seperti saham, juga surat utang emerging market, berbalik memburu surat utang AS yang makin menarik dengan yield menyentuh level tertinggi dua tahun.

Itulah yang terjadi hari ini ketika yield UST, surat utang AS, tenor 20 tahun bahkan sudah di atas 5%. Sementara tenor 10 tahun dan 30 tahun masing-masing di 4,75% dan 4,94%.

Buntutnya, harga surat utang RI tertekan arus jual hingga yield-nya pun melejit menembus level tertinggi sejak November 2022 lalu di 7,28% untuk tenor acuan 10 tahun.

Sementara harga saham-saham, terutama sektor perbankan, juga ikut rontok hingga menyeret indeks saham IHSG tergerus 0,45% sampai siang ini.

Likuiditas Ketat

Terus berlanjutnya kerontokan harga saham-saham sektor perbankan terjadi di tengah kekhawatiran akan semakin ketatnya kondisi likuiditas di pasar ke depan.

Kondisi likuiditas yang mengetat menjadi imbas dari langkah bank sentral menggeber operasi moneter demi menjaga stabilitas rupiah.

Rupiah telah mencatat pelemahan sekitar 4,27% dalam tiga bulan terakhir ketika indeks dolar AS atau DXY mencatat penguatan hingga 6,6%.

Pelemahan rupiah yang relatif lebih kecil dibanding lonjakan penguatan dolar AS di seluruh dunia, tak lain karena Bank Indonesia telah habis-habisan mengintervensi pasar demi menahan kejatuhan rupiah.

BI berupaya menahan arus keluar dana asing, terutama dari SBN agar parkir di instrumen tenor pendek seperti SRBI atau SVBI melalui tawaran bunga tinggi.

Meski dalam dua lelang terakhir bunga SRBI turun, akan tetapi levelnya masih cukup tinggi yakni di 7,23% untuk tenor terpanjang 12 bulan.

BI juga agresif mengintervensi pasar dengan mengguyur dolar AS dalam nilai besar. Setiap kali BI menjual dolar AS ke pasar, setiap itu pula pasokan rupiah jadi terkuras.

Di sisi lain, kendati posisi cadangan devisa RI saat ini berada di level terbesar dalam sejarah, sebesar US$ 155,7 miliar pada Desember, akan tetapi penting dicatat bahwa kenaikan itu kemungkinan lebih karena penerbitan sukuk global dan penyerapan bersih FX swap. 

Pada Desember, Pemerintah RI menjual sukuk global senilai US$ 2,75 miliar dan nett absorption swap valas senilai US$ 2,4 miliar.

Di sisi lain, ada peringatan juga tentang posisi rasio cadangan devisa terhadap impor saat ini juga cuma 6,7 bulan, masih relatif rendah dibanding rata-rata historis yang sebanyak 7-8 bulan.

Langkah Pemerintah RI menerbitkan global bond pekan lalu senilai US$ 2,2 miliar dan EUR 1,40 miliar, akan membantu pasokan cadangan devisa lebih besar.

Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto menyatakan, BI akan terus menjaga stabilitas rupiah melalui triple intervention untuk mempertahankan kepercayaan pasar dan menjaga keseimbangan supply demand valas di pasar.

Pelemahan rupiah pada Senin pagi ini, menurut Bank Indonesia, masih sejalan dengan tren tekanan yang juga dialami oleh mata uang Asia lain menyusul kuatnya data pasar kerja AS terakhir yang dirilis Jumat lalu.

Pada perdagangan Senin siang, rupiah menyentuh Rp16.275/US$, merosot 0,55% nilainya dan menjadi valuta dengan pelemahan terdalam ketiga di Asia setelah baht dan peso.

Sedangkan yield SUN makin meroket di mana tenor 10 tahun siang ini naik 10 bps ke 7,28%, lalu tenor 15 tahun naik 7 bps ke 7,30%. Tenor 2 tahun naik ke 7,07% dan tenor 5 tahun kini di 7,19%.

                                    

(rui/aji)

No more pages