Logo Bloomberg Technoz

“Memang itulah dunia [e-commerce] ini, dunia yang penuh dengan kompetisi. Artinya dari setiap founders-nya kita sarankan untuk selalu berusaha, berinovasi, mawas dengan competition landscape,” papar Willson.

Untuk memenangkan persaingan, lanjut dia, faktor utama yang harus selalu dikejar adalah memberi keuntungan kepada konsumen.

“Karena user itulah yang memilih platform mana yang dipilih. Hari ini Tiktok, besok Toktok, pasti akan berganti terus. Beda-beda. Jadi yang kita invest harus selalu berkompetisi dan mereka harus ready untuk itu,” papar dia.

Dalam bisnis GOTO, dimana Tokopedia berada didalamnya, Willson menilai, terdapat bisnis unit yang telah mendatangkan keuntungan. Namun ada juga yang belum profit.

Selanjutnya, bagaimana untuk mempertahankan atau menjadikan sebuah bisnis untung, kembali kepada strategi bisnis yang dijalankan.

“Kalau kompetisinya biasa, itu oke-oke saja. Kalau kompetisinya tidak sehat itu yang agak bikin pusing. Bisnis strategi sendiri tidak permanan dan ini bukan hanya terjadi di e-commerce, terjadi [juga] di Instagram, Facebook,” tutur Willson.

Ilustrasi TikTok (Source:Bloomberg)

Dengan pasar Tokopedia cs yang coba untuk diganggu oleh Tiktok, lewat fitur social commerce-nya, Wakil ketua IV Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Rama Mamuaya memprediksi, akan sulit bagi anak usaha ByteDance ini bersiang. Apalagi dengan menggandeng banyak seleb Tiktok sebagai endorser.

Marketing cost-nya masih tinggi. Super low margin. Untuk setiap transaksi, cost of transaction-nya justru melebihi cost. Butuh capital yang luar biasa banyak untuk pemain baru menarik customer dari pemain e-commerce gede,” ucap Rama kepada Bloomberg Technoz.

Gedung perkantoran Tokopedia. (Dok PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk)

Namun dari sisi pengalaman berbelanja, social commerce seperti Tiktok bisa jadi pembeda buat konsumen. Seperti disampaikan Ketua Amvesindo, Eddi Danusaputro bahwa berbelanja di era sekarang tidak lagi hanya memasukkan keranjang lalu ‘check out’.

“Berbelanja bisa menjadi lebih menyenangkan dan santai. Jadi memang tidak hanya soal selection atau harga, tapi juga engagement atau entertainment,” tulis Eddi.

Menyoal persaingan harga kini bukan jadi faktor dominan, tegas Eddi. Harga hanya jadi salah satu pertimbangan. Saat berbelanja makin menyenangkan, peluang menjadikannya transaksi lebih besar.

“Ada hal lain yang menyebabkan orang belanja, misalnya; cara berjualannya, makin mudah dan menyenangkan cara belanjanya, maka makin besar kemungkinan konsumen akan berbelanja,” ungkap dia.

(wep)

No more pages