Logo Bloomberg Technoz

Pelemahan rupiah pada Senin pagi sudah bisa diduga melihat apa yang terjadi di pasar global pada Jumat pekan lalu dan Senin ini.

Di Asia, mayoritas mata uang terjengkang oleh keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS). Baht Thailand mencatat pelemahan terdalam hingga 0,47%, lalu peso 0,46%, disusul oleh rupiah 0,40% juga ringgit 0,33% serta dolar Taiwan 0,19% dan won Korsel 0,19%.

Sementara yen Jepang masih menguat 0,20%, yuan offshore 0,15%, dolar Singapura 0,04%, yuan Tiongkok 0,02% serta dolar Hong Kong 0,01%.

Indeks dolar AS pagi ini dibuka sedikit turun akan tetapi masih berada di level tertinggi dalam 26 bulan terakhir di 109,64.

Pelemahan rupiah di awal transaksi hari ini, berlangsung ketika tekanan jual melanda juga saham dan surat utang negara. Mengacu data realtime, IHSG pagi ini dibuka melemah 0,17%. Sementara di pasar SUN, imbal hasil surat utang juga langsung menanjak naik untuk tenor acuan 10 tahun kembali merambat ke 7,19%. Sedangkan tenor 2 tahun kini di 7,06% dan 5 tahun ada di 7,12%.

Gejolak pasar global kembali menerpa pasca rilis data pekerjaan di Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan kuatnya pasar tenaga kerja di negeri itu, menyusul penambahan payroll hingga lebih dari seperempat juta pekerjaan ditambah penurunan tak terduga angka pengangguran pada Desember di negeri itu ke 4,1%.

'Good news is bad news' berlaku makin tak terbantah di mana data tersebut telah memicu lonjakan imbal hasil Treasury, surat utang AS, melambung di atas 5% untuk tenor 20 tahun dan tenor 10 tahun bahkan sudah di 4,75%.

Turbulensi baru itu tak pelak membawa indeks dolar AS jadi tak terbendung, melesat hingga ke level 109,65. Indeks saham di Wall Street rontok menutup pekan lalu akibat kekhawatiran akan prospek bunga acuan dengan arus jual yang meningkat tajam di pasar Treasury yang nilainya menjebol US$28 triliun.

Pasar kini semakin pesimistis akan ada pemangkasan bunga acuan oleh Federal Reserve, bank sentral AS, pada tahun ini. Mengacu CME Fedwatch, probabilitas penurunan Fed fund rate tahun ini mengecil hingga tinggal 30% saja. 

Kala US Treasury menawarkan imbal hasil makin tinggi, secara alamiah investor akan lebih tertarik menempatkan dana kesana karena instrumen itu dinilai lebih kecil risikonya.

Selain itu, yield Treasury yang kian tinggi berarti peningkatan beban juga bagi korporasi yang menanggung utang, termasuk juga mengungkit tingkat bunga global. 

(rui)

No more pages