Logo Bloomberg Technoz

Di luar faktor itu, para fund manager juga menilai saham-saham di pasar AS sudah mahal. Bandingkan dengan saham di emerging market, yang masih terdiskon 30% dari harga wajarnya.

Kandhari menjelaskan, terlihat ada keterputusan yang mulai muncul antara penyusutan pangsa ekonomi AS terhadap dunia dengan nilai kapitalisasi pasar sahamnya. Di saat yang sama, alokasi dana ke pasar berkembang masih relatif kecil di bawah rata-rata historis dan nilai tukar yang murah. Itu memberikan ruang bagi aset di emerging untuk mencapai performa puncak. “Hal yang benar-benar mendorong kelas aset ini adalah perbedaan pertumbuhan di mana kelas aset emerging market relatif lebih berkembang dibandingkan AS,” jelasnya.

Pertumbuhan Ekonomi

Perkiraan Bloomberg, perekonomian negara-negara berkembang diprediksi tumbuh rata-rata di kisaran 4,1% pada 2023 dan 4,4% pada 2024. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan perkiraan pertumbuhan AS yang cuma sebesar 0,5% dan 1,2% saja.

Pandangan Morgan Stanley ini menggarisbawahi tema perbincangan yang tengah berkembang di kalangan investor dan ahli strategi yang perlahan menjauhi saham-saham AS, sembari melakukan pemanasan di pasar saham di seluruh dunia.

Dana obligasi dan saham di pasar emerging market mencatat arus masuk US$ 12,7 miliar selama sepekan hingga 18 Januari lalu. Itu adalah angka penambahan terbesar. Sementara pasar saham AS mencatat arus keluar sebesar US$ 5,8 miliar, menurut catatan Bank of America mengutip data EPFR Global.

Tantangan di pasar negara berkembang seperti sektor-sektor yang terlalu banyak bergantung dengan utang dan pergeseran rantai pasokan global tidak lantas membuat keseluruhan prospek kelas aset itu buruk.

Ia menyarankan agar investor tidak terlalu berpatokan pada indeks belaka. “Anda harus benar-benar masuk secara aktif di negara yang terlihat menjanjikan dan jauhi bobot tolok ukur,” saran Kandhari.

India, di sisi lain, menjadi favorit manajer investasi ini dengan penempatan dana investasi terbesar. “Segala yang tidak berhasil di China, berhasil di India,” kata Kandhari. 

Populasi India yang terus meraksasa akan tetapi beban utang lebih rendah ketimbang China, menjadi kelebihan. Sementara China menghadapi badai deglobalisasi yang mendorong pengalihan rantai pasokan, yang menguntungkan bagi pasar negara berkembang lain seperti Indonesia, Thailand, Vietnam dan Meksiko.

“Mengalihkan rantai pasokan dari China akan meningkatkan kapasitas manufaktur dan FDI di pasar emerging lain, itu akan membawa efek multiplier dalam pertumbuhan negara-negara itu,” kata dia.

Sementara itu, kendati tidak semuanya mulus di negara-negara berkembang, masih ada masalah utang di beberapa negara seperti Sri Lanka, sebagai contoh, ia meyakini itu tidak akan mempengaruhi peluang kelas aset emerging mencapai performa terbaik. Pasar emerging tidak akan terlalu terpengaruh kendati negara-negara yang bermasalah itu situasinya semakin runyam. “Mereka bukan negara yang sistemik,” jelasnya.

“China adalah bagian besar dari indeks, mencapai 30%. Namun, menurut kami itu tidak akan menjadi bagian terbesar dari pertumbuhan indeks,” jelasnya.

(bbn/rui)

No more pages