Namun tentunya masih ada beberapa tantangan dalam pengembangan ChatGPT, seperti keakuratan jawaban serta kecepatan masuknya ke dalam search engine. Jawaban yang diberikan ChatGPT juga tidak mencantumkan sumber, dan terkadang mengandung informasi yang kurang tepat, dan hal ini diakui oleh OpenAI sendiri.
“Saat ini, tidak benar mengandalkan (ChatGPT) untuk sesuatu yang krusial. Kami masih meninjau perkembangannya; masih banyak yang harus dikerjakan dalam hal kekokohan dan kebenarannya,” tulis Sam Altman, CEO OpenAI, dalam cuitannya di Twitter pada 11 Desember 2022 lalu.
"Kode Merah" Google
Google sendiri pun telah mengembangkan chatbot berbasis dialog serupa yang dinamakan LaMDA, singkatan dari Language Model for Dialogue Applications. LaMDA mulai dibangun sejak 2017 dan pertama kali diperkenalkan pada Mei 2021. Menurut laporan The New York Times, CEO Google, Sundar Pichai, serta manajemen perusahaan telah menggerakan tim peneliti untuk menghadapi perkembangan ChatGPT dan menyatakan “kode merah” terhadap situasi tersebut.
Sebenarnya, beberapa terobosan teknologi yang membangun large language model lahir dari laboratorium penelitian Google sendiri. Akan tetapi, para petinggi yang telah meninggalkan raksasa teknologi tersebut dalam beberapa tahun terakhir mengatakan bahwa Google mungkin akan kesulitan memaksimalkan potensi teknologinya sendiri. Alasan terbesarnya adalah model bisnis Google yang bergantung pada iklan, dimana Google menampilkan iklan berdampingan dengan hasil pencariannya. Pendapatan iklan Google pada kuartal-4 2022 yang mencapai US$54,48 miliar merepresentasikan 78.9% dari total penjualan kotornya, dan sebagian besar berasal dari iklan hasil pencarian.
“Google hanyalah korban dari kesuksesannya sendiri,” kata Sridhar Ramaswamy, yang sebelumnya memimpin bisnis periklanan Google. Sridhar keluar dari Google pada tahun 2018, dan sejak tahun 2019 mulai membangun search engine pribadi bebas iklan bernama Neeva, dimana ia menjabat sebagai CEO. Sementara itu, Paul Buchheit, mantan staf Google yang turut membuat Gmail, menyebut dalam salah satu cuitannya di Twitter bahwa Google mungkin hanya “[memiliki waktu] satu atau dua tahun sebelum menghadapi disrupsi total.”
(mar/roy)