Pesatnya pertumbuhan internet di Indonesia dalam empat tahun terakhir yang bersamaan dengan tingkat penetrasi dan skala industri data center yang masih rendah, membuka peluang industri pusat data nasional terus berkembang.
APJII mencatat, jumlah penyedia jasa internet sampai Maret 2023 mencapai 909 perusahaan dari 564 perusahaan di 2019 dengan traffic internet di Indonesia Internet Exchange (IIX) mencapai 4,5 terrabyte/detik, naik 47,2% per tahun didorong peningkatan jumlah smartphone dan penetrasi internet, pertumbuhan ekonomi digital, inisiatif dan dukungan pemerintah, serta perkembangan layanan komputasi awan (cloud service).
Selain itu, penetrasi pusat data di Indonesia tercatat 0,3 watt per kapita, menjadi salah satu yang terendah di Asia Pasifik. Kapasitas data center di Indonesia terhadap seluruh negara ASEAN-6 (Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina) juga baru setara 12,7%.
Sebab hal itu, menurutnya, potensi pasar yang luas ini membuka peluang kenaikan kapasitas pusat data di Indonesia sebesar 29,4% per tahun selama periode 2020-2026 menjadi 348 megawatt dari 74 megawatt.
"Pertumbuhan itu akan didukung oleh tingginya kebutuhan pasar dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan global dan lokal berbasis penyedia layanan cloud, perusahaan teknologi dan juga inisiatif digitalisasi yang banyak dijalankan pada perusahaan di berbagai industri. Hal ini jelas membutuhkan solusi interkonektivitas dan data center dalam proses bisnisnya,” kata Arif.
Sekadar catatan, BDIA merupakan platform infrastruktur digital regional Asia Tenggara yang dikendalikan oleh Provident Capital (Provident), PT Saratoga Investama Sedaya Tbk dengan mitra strategisnya Macquarie Asset Management pada April 2022. Pada Desember 2022, perusahaan melakukan ekspansi ke bisnis pusat data dengan membentuk Bersama Digital Data Center (BDDC menjadi hub bagi para enabler industri digital di Indonesia.
(ibn/ezr)