Langkah-langkah tersebut kembali memicu kekhawatiran bahwa ketegangan akan semakin memburuk di bawah pemerintahan Presiden Trump.
"Hal ini mencerminkan banyaknya ketidakpastian yang terjadi dengan melemahnya angka-angka makro, pelantikan Trump, tekanan mata uang akibat menguatnya dolar AS, dan jeda stimulus hingga Two Sessions," ujar Xin-Yao Ng, direktur investasi abrdn Plc, yang berbasis di Singapura.
"Saya pikir uang cepat mungkin akan menjauh pada kuartal pertama dan menunggu keadaan menjadi lebih jelas, terutama tarif Trump."
Lebih dari 4.500 saham yang terdaftar di Shanghai, Shenzhen, dan Beijing jatuh pada Jumat.
Reli yang luar biasa pada saham-saham China akhir tahun lalu kehilangan tenaga karena harapan para investor akan stimulus fiskal yang lebih kuat tidak membuahkan hasil. Meskipun pihak berwenang terus memberikan dukungan baru, langkah-langkah tersebut sepotong-potong dan jauh dari ekspektasi pasar.
Pesimisme tentang ekonomi yang terperosok ke dalam krisis properti dan tekanan deflasi terus berlanjut. Inflasi konsumen China melemah lebih jauh mendekati nol pada Desember, melambat selama empat bulan berturut-turut.
Dalam upaya terbarunya, pihak berwenang merancang rencana untuk menyubsidi lebih banyak produk konsumen dan meningkatkan pendanaan untuk meningkatkan peralatan industri. Bank sentral juga menegaskan kembali janjinya untuk menurunkan suku bunga dan rasio GMW bagi bank-bank "pada waktu yang tepat" untuk mendorong pertumbuhan.
Tidak ada katalis positif bagi pasar mengingat kemungkinan adanya jeda dalam pengumuman kebijakan utama hingga pertemuan legislatif tahunan Two Sessions China pada Maret mendatang.
(bbn)