Menurut Luhut, pada dasarnya Indonesia bisa membeli minyak dari mana pun, termasuk dari Rusia, sepanjang transaksinya menguntungkan Indonesia dengan mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan mengimpor dari negara lain.
"Ya ke mana saja kalau menguntungkan Republik Indonesia kita beli, kalau kita ada dari bulan kita beli [...] Kalau kita dapat lebih murah US$20 atau US$22 [per barel] kenapa tidak?," ujar Luhut saat ditemui di kantornya, Kamis (9/1/2025).
Sekadar catatan, aliansi Group of Seven (G7), atau yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan sebagainya, memberikan sanksi atas minyak Rusia. Sanksi itu diberikan dengan menerapkan batas harga (price cap) US$60 per barel atas minyak mentah Ural dari Rusia.
Harga Ural bergerak melampaui batas harga ke level US$71,76 per barel pada hari ini, menyitir data Trading Economics.
Kendati demikian, harga minyak dari Rusia itu masih lebih rendah dibandingkan dengan West Texas Intermediate (WTI) dan Brent. Sebagai perbandingan, harga Brent untuk pengiriman Maret masih bertengger di US$76,07/barel pada pukul 11:52 di Singapura hari ini, sedangkan WTI untuk pengiriman Februari US$73,20/barel.
Di lain sisi, Luhut tetap menekankan Indonesia perlu berhati-hati dan membuka komunikasi dengan negara lain bila pada akhirnya memutuskan untuk membeli minyak dari Rusia. Terlebih, saat ini banyak negara yang memberikan sanksi kepada Negari Beruang Merah akibat perang dengan Ukraina.
"Sepanjang itu bisa kita bicarakan kepada beberapa negara lain kenapa tidak? Akan tetapi, tentu kita hati-hati melihat ini dengan bagus," ujarnya.
(mfd/wdh)