Dalam aturan itu, ekspor UCO dan residu akan dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi antar Kementerian/Lembaga (K/L) dan pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan pemerintah di bidang pangan.
“Namun demkian, bagi para eksportir yang telah mendapatkan PE Residu dan PE UCO yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag Nomor 26 Tahun 2024, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE-nya masih tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” ujar Budi.
Melebihi Kapasitas Wajar
Budi juga mengatakan bahwa selama ini ekspor limbah pabrik kelapa sawit tersebut tercatat jauh melebihi kapasitas wajar.
Sejak Januari hingga Oktober, ekspor POME dan HAPOR mencapai 3,45 juta ton. Volume ekspor kedua limbah tersebut lebih besar daripada ekspor CPO pada periode yang sama yang hanya sebesar 2,70 juta ton.
Sementara itu, pada 2023, ekspor POME dan HAPOR mencapai 4,87 juta ton, yang juga melebihi dari volume ekspor CPO diperiode yang sama sebesar 3,60 juta ton.
Ekspor POME dan HAPOR pada lima tahun terakhir (2019—2023) tumbuh sebesar 20,74%, sementara volume ekspor CPO turun rata-rata sebesar 19,54% pada periode yang sama.
Berdasarkan data tersebut, Budi mengatakan ekspor POME dan HAPOR tercatat jauh melebihi kapasitas wajar, yang seharusnya atau hanya sekitar 300 ribu ton.
Hal tersebut, kata Budi, juga sekaligus menjustifikasi bahwa POME dan HAPOR yang diekspor bukan yang murni dari residu atau sisa hasil olahan CPO saja, tetapi juga merupakan pencampuran CPO dengan POME atau HAPOR asli.
Selain itu, peningkatan ekspor POME dan HAPOR juga dapat diakibatkan oleh pengolahan buah dari Tandan Buah Segar (TBS) yang dibusukkan langsung menjadi POME dan HAPOR.
Kondisi tersebut, Lanjut Budi, mengarah pada banyaknya TBS yang dialihkan untuk diolah oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) atau dikenal sebagai PKS berondola, yang turut mengakibatkan PKS konvensional kesulitan mendapatkan TBS.
"Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan mengkhawatirkan bagi ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri di dalam negeri,” tegas dia.
Penerapan B40
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumya juga telah memastikan implementasi program biodiesel B40 telah meluncur pada 1 Januari 2025.
Penrapan tersebut berlaku usai adanya Surat Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM NO. 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel sebagai Campuran BBM Jenis Minyak Solar dalam Rangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 40%.
"Kepmennya sudah kami tanda tangani termasuk alokasi ke masing-masing perusahaan yang membuat Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dan juga ke perusahaan yang menjahit [mencampur FAME],” kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalan konferensi pers, pekan lalu.
Bahlil mengatakan, sepanjang tahun ini, pemeirntah juga telah menetapkan kuota biodiesel sebesar 15,62 juta kilo liter (kl) atau naik 20% dari realisasi penyerapan biodiesel 35% atau B35 pada 2024 yang mencapai 12,98 juta kl.
(ain)