Lebih lanjut, Bhima menyebut hal lain yang cukup merepotkan ketika RI bila membeli minyak dari Rusia yakni terbatasnya persoalan perlindungan asuransi perkapalan yang sangat terbatas.
“Biaya asuransi dan logistik menjadi kendala. Minyaknya ada di Rusia, tetapi dikirim sampai ke Indonesia bisa jadi bengkak harganya karena asuransi yang cover risiko terbatas, selain itu transit ke negara lain juga terbatas,” tutur Bhima.
Bhima menyebut wacana membeli minyak ke Rusia memang pernah disampaikan Sandiaga Uno. Namun, ide itu tenggelam seiring dengan eskalasi konflik yang terjadi di Ukraina secara berkepanjangan.
Wacana Indonesia membeli minyak Rusia sejatinya sudah bergulir sejak 2022. Kala itu, Presiden Joko Widodo mempertimbangkan semua opsi untuk mengimbangi tekanan dari kenaikan biaya energi, termasuk membeli minyak dari Rusia.
Hal itu muncul karena Rusia menawarkan minyak dengan harga 30% lebih murah dari harga pasar internasional. Minyak Rusia terimbas sanksi Barat yang mengharuskan adanya price cap atau batasan harga senilai US$60/barel guna mengebiri akses pendanaan perang bagi Moskwa.
Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo sebelumnya pernah berpendapat harga bahan bakar minyak (BBM) akan menjadi jauh lebih murah jika saja Indonesia berani memutuskan untuk membeli minyak dari Rusia.
Sutupo menyebut batas harga atau price cap terhadap minyak Rusia di level US$60/barel bisa menjadi alternatif solusi yang patut dipertimbangkan Indonesia, pada saat rerata minyak dunia masih mendekati US$80/barel.
Meski hingga kini PT Pertamina (Persero) belum berani memutuskan untuk membeli minyak dari negara yang sedang disanksi Barat itu, Sutopo melihat peluang ke depan masih terbuka bagi Indonesia.
“Sangat mungkin, karena yang namanya konsumen akan selalu membeli harga barang yang lebih murah. Masalah sanksi, tidak memiliki dasar yang kuat. Sebagai negara nonblok, Indonesia akan bersikap netral,” ujarnya .
Hingga saat ini, hanya India dan China yang masih berani membeli minyak dari Rusia secara terbuka. India, misalnya, mengeklaim telah merasakan keuntungan ekonomis dari impor minyak yang lebih murah.
Negeri Bollywood ditaksir bisa menghemat US$2,7 miliar sepanjang kuartal I—IIII pada 2023 berkat mengimpor minyak dari Rusia. Penghematan tersebut dihitung dari turunannya beban defisit neraca perdagangan, serta kenaikan margin industri kilang di negara tersebut.
Negara Asia Selatan itu tercatat menerima 1,85 juta barel per hari (bph) minyak Negeri Beruang Merah sepanjang periode tersebut.
Menurut Sutopo, Indonesia bisa saja mengadopsi cerita sukses India tersebut. Hanya saja, dibutuhkan keberanian dari para menteri – khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati – untuk mengambil keputusan beli minyak dari Rusia.
“Tergantung pertimbangan menterinya. Sebagai konsumen [net importer minyak], semestinya [Indonesia] tidak berpikir dua kali untuk membeli. Sepanjang birokrasinya masih ribet, kita akan kehilangan kesempatan berharga ini. [Minyak Rusia] ini akan sangat membantu menjaga stok minyak kita,” ujarnya.
-- Dengan asistensi Sultan Ibnu Affan
(mfd/wdh)