Pernyataan Luhut senada dengan Menteri luar Negeri Sugiono yang menekankan bahwa politik luar negeri Indonesia tetap berdasarkan pada nilai bebas aktif, di mana Indonesia ingin berteman baik dengan semua negara di dunia.
Bahkan, Sugiono mengatakan bergabungnya Indonesia ke BRICS bukan menandakan ikut pada kubu tertentu, melainkan berpatisipasi aktif di semua forum.
"[Bergabungnya Indonesia ke BRICS] Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum," ujar Menlu Sugiono melalui keterangan persnya, dikutip Jumat (25/10/2024).
Sugiono juga mengeklaim BRICS dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tidak saling bertentangan.
Pernyataan tersebut disampaikan Sugiono merespons status Indonesia yang saat itu masih menjadi salah satu mitra (partner) BRICS. Di saat yang sama, Indonesia juga tengah melakukan proses aksesi untuk menjadi anggota penuh OECD.
"Tidak ada hal yang bersifat bertolak belakang antara OECD dan BRICS, itu juga disampaikan oleh pihak OECD, dan masing-masing tetap menghormati aturan dan hukum yang berlaku di Indonesia," ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, dipantau secara virtual, Senin (2/12/2024).
Pada kesempatan yang sama, Anggota DEN Septian Hario Seto mengatakan upaya dedolarisasi, yang merupakan salah satu kebijakan BRICS, tidak akan dilakukan Indonesia bila bertentangan dengan kepentingan nasional.
Seto menggarisbawahi keterlibatan Indonesia dalam forum internasional, salah satunya BRICS, adalah untuk mendukung kepentingan nasional.
"Dedolarisasi kalau nanti itu bertentangan kepentingan nasional, ya buat apa kita ikut-ikutan," ujar Seto.
BRICS merupakan organisasi kerja sama ekonomi global. Istilah BRICS berasal dari akronim nama negara-negara pendirinya, yakni Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Awalnya, BRICS dibentuk pada 2006 untuk memfokuskan perhatian pada peluang investasi di antara negara-negara anggota.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal mengatakan manfaat Indonesia bergabung ke BRICS dari sisi ekonomi hanya terbatas dan justru rawan terkena sanksi dari Donald Trump selaku Presiden ke-47 Amerika Serikat.
Yose menyoroti BRICS belum memiliki agenda ekonomi yang terlihat bertujuan untuk memajukan anggotanya. BRICS memang memiliki New Development Bank (NDB) selaku institusi finansial yang memiliki tujuan memobilisasi sumber daya untuk pembangunan, tetapi permasalahannya cukup banyak.
"Namun, permasalahannya cukup banyak, dari mulai kurangnya sumber daya [resources], sampai kurangnya dukungan dari anggota. Apalagi anggota BRICS sering tidak cocok satu sama lain, seperti India dan China," ujar Yose kepada Bloomberg Technoz, Selasa (7/1/2025).
Pengumuman Indonesia menjadi anggota penuh dari BRICS disampaikan oleh Brazil selaku Ketua BRICS 2025.
Kementerian Luar Negeri mengatakan BRICS menjadi wadah penting bagi Indonesia untuk menguatkan kerja sama Selatan-Selatan, memastikan suara dan aspirasi negara-negara Global South terdengar dan terwakili dalam proses pengambilan keputusan global.
"Kami berdedikasi penuh untuk bekerja sama dengan seluruh anggota BRICS, ataupun dengan pihak lainnya, untuk mewujudkan terciptanya dunia yang adil, damai, dan sejahtera," tulis Kementerian Luar Negeri dalam pernyataan resmi.
(dov/lav)