Logo Bloomberg Technoz

“Kurang setuju bila hanya IRR yang dipertimbangkan. Masih banyak kriteria lain selain IRR yang perlu dipertimbangkan. Kalaupun IRR membaik, kemudian HGBT-nya dicabut, maka perusahaan langsung akan anjlok lagi bila HGBT-nya dicabut,” kata Yustinus saat dihubungi, Kamis (9/1/2025). 

Perusahaan Gas Negara (PGAS). (Dok. PGN)

Tidak Transparan

Di sisi lain, Yustinus menjelaskan perusahaan penerima HGBT selama ini tidak mendapatkan evaluasi kinerja lantaran data tersebut bersifat rahasia dan hanya diperuntukkan kepada kementerian terkait. 

Setiap perusahaan penerima HGBT padahal secara rutin melaporkan kinerja perusahaan masing-masing ke aplikasi SIINas (Sistem Informasi Industri Nasional) kepada Kementerian Perindustrian. Selanjutnya, Kementerian Perindustrian melaporkannya kepada Kementerian ESDM.

“Aspek kinerja sudah dicantumkan di Kepmen ESDM, tetapi secara detail mencakup realisasi penyerapan gas, realisasi produksi, penjualan, pajak, investasi, penyerapan tenaga kerja, keuntungan. Forum industri pengguna tidak mendapatkan data kinerja tersebut dari para asosiasi dan perusahaan industri penerima HGBT,” jelas Yustinus.

Sedikit berbeda, Ketua Umum Indonesia Rubber Glove Manufacturer Association (IRGMA) Rudy Ramadhan mengatakan program HGBT dibuat untuk meningkatkan daya saing industri.

Pada dasarnya IRGMA menyetujui perusahaan penerima HGBT yang telah mencapai IRR dapat dicabut dan dialihkan ke perusahaan lainnya yang belum menerima HGBT dan tingkat daya saingnya kurang.

Pasokan dan Harga

Namun, Rudy menyebut realitas di lapangan berbeda. Energi, yang merupakan salah satu infrastruktur dasar bagi suatu industri, saat ini selalu diganggu dengan adanya pembatasan volume pasokan gas.

“Jadi bagaimana bisa industri bisa maju dan berdaya saing dengan harga gas yang mahal,” ujarnya.

Dia menuturkan harga gas di sejumlah wilayah mahal, contohnya seperti di wilayah Sumatra Utara yang pasokan gasnya berasal dari gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) dengan harga mencapai US$18/MMBtu.

Di wilayah Jawa bagian barat, pasokan gas industri untuk gas pipa dibatasi hanya 45% dari kontrak selebihnya menggunakan harga LNG dengan harga US$16,77/MMBtu.

“Kendala pasokan gas ini pernah terjadi di Sumatra Utara pada 2006 di mana aliran gas hanya 0,1 bar. Ini membuat industri di Sumatra Utara menderita, bahkan beberapa industri sarung tangan karet gulung tikar,” jelas Rudy.

Di sisi lain, Rudy menyebut industri sarung tangan karet yang mengolah bahan baku lateks menjadi sarung tangan karet sejalan dengan program prioritas Presiden Prabowo Subianto khususnya di bidang industri agro dalam hilirisasi dan industrialisasi berbasis sumber daya alam.

“Tentunya ini merupakan nilai tambah produk dan tidak hanya berefek dalam segi ekonomi, tetapi juga segi sosial dan kesehatan.”

Terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) Wijaya Laksana mengungkapkan program HGBT bukan hanya menjamin efisiensi dan keberlangsungan produksi pupuk, tetapi juga berdampak pada keterjangkauan dan ketersediaan pupuk bagi petani.

Pupuk Indonesia akan mematuhi apapun yang menjadi kebijakan pemerintah.

“Namun, mengingat dampak fluktuasi harga gas terhadap biaya produksi yang berujung pada harga pupuk, tentunya kami berharap kebijakan ini dapat dilanjutkan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional,” tutur Wijaya. 

Bahlil sebelumnya memberikan sinyal untuk mengurangi jumlah penerima program HGBT  pada 2025. Kementerian ESDM saat ini masih mengevaluasi program tersebut sehingga belum bisa diputuskan.

“Saya baru selesai rapat, dan masih kita exercise [uji coba] lagi, karena dari 20 item industri yang dapat HGBT, kami sekarang lagi evaluasi, sebab HGBT itu kan tujuannya adalah untuk memberikan sebuah nilai bisnis yang masuk,” kata Bahlil usai konferensi pers di Kantor BPH Migas, Selasa (7/1/2025).

Dia menegaskan sejumlahlah penerima HGBT tersebut masih dibahas sehingga belum ada keputusan final. Kondisi ini membuat pemerintah belum membuat keputusan dan memastikan akan memperpanjang program apakah program HGBT akan diteruskan pada 2025 atau tidak.

“Ada kemungkinan [berkurang], kita lagi ada bahas, tetapi belum final ya,” imbuh Bahlil.

Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Program tersebut berakhir pada 31 Desember 2024, dan belum diperpanjang untuk 2025.

HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

(mfd/wdh)

No more pages