Logo Bloomberg Technoz

Pasar opsi memperkirakan S&P 500 akan bergerak sekitar 1,2% ke salah satu arah setelah data ketenagakerjaan AS dirilis, menurut Citigroup Inc. Pergerakan ini akan menjadi yang terbesar pada hari laporan ketenagakerjaan sejak September.

Para ekonom memperkirakan pertumbuhan lapangan kerja AS melambat bulan lalu, mencerminkan moderasi sepanjang tahun tetapi tetap pada level yang sehat. Survei oleh 22V Research menunjukkan bahwa sebagian besar investor kini memantau data penggajian dengan lebih seksama. Sebanyak 26% responden memprediksi data akan bersifat "risk-on", 40% "risk-off", dan 34% "campuran/tidak signifikan."

“Investor ingin melihat data ekonomi yang ‘seimbang’, menunjukkan pelonggaran pasar tenaga kerja untuk menekan lonjakan imbal hasil baru-baru ini dan membantu stabilisasi saham,” ujar Tom Essaye dari The Sevens Report.

Risalah terbaru bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) menunjukkan bahwa para pejabat mengadopsi pendekatan baru terkait pemangkasan suku bunga di tengah risiko inflasi yang tinggi, memutuskan untuk melangkah lebih lambat ke depan. Sementara itu, Deputi Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan ia yakin inflasi akan terus mereda menuju target 2%.

Bursa saham AS akan tutup pada 9 Januari untuk memperingati hari berkabung nasional bagi mantan Presiden Jimmy Carter. Pasar obligasi akan tutup pukul 14.00 waktu New York.

Imbal hasil obligasi 10 tahun AS nyaris tidak berubah di level 4,69% pada Rabu, sementara obligasi 20 tahun sempat menyentuh 5%.

Penurunan baru-baru ini pada saham dan obligasi dapat berlanjut seiring kekhawatiran pasar atas inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi. Namun, menurut Mike Wilson dari Morgan Stanley, penurunan tersebut diperkirakan tidak akan seburuk 2022, ketika pasar mengalami tahun terburuk sejak krisis keuangan global.

Wilson, kepala strategi ekuitas AS Morgan Stanley, memprediksi paruh pertama 2025 akan bergerak fluktuatif, diikuti perbaikan pada paruh kedua tahun itu. “Perbedaannya adalah pada 2022 The Fed menaikkan suku bunga dengan agresif, yang kemungkinan tidak akan terjadi lagi dalam waktu dekat,” ujarnya dalam wawancara dengan Bloomberg Television.

Wilson juga menilai masih ada ruang untuk penurunan saham lebih lanjut seiring imbal hasil obligasi mendekati level yang sebelumnya menyakitkan bagi ekuitas.

“Korelasi imbal hasil obligasi dan ekuitas kembali negatif,” tulis strategi Goldman Sachs Group Inc, termasuk Christian Mueller-Glissmann, dalam catatan mereka. “Jika imbal hasil terus naik tanpa data ekonomi yang mendukung, pasar saham akan terpukul. Dengan saham yang relatif tangguh selama penjualan obligasi, risiko koreksi jangka pendek semakin meningkat jika muncul berita pertumbuhan negatif.”

(bbn)

No more pages