Risalah terbaru dari bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) tidak menunjukkan perubahan besar, mengungkapkan bahwa pejabat The Fed mengadopsi pendekatan baru terkait pemotongan suku bunga di tengah risiko harga yang tinggi, dengan keputusan untuk bergerak lebih lambat ke depan. Sementara itu, Deputi Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan keyakinannya bahwa inflasi akan terus mereda menuju target 2%.
Indeks S&P 500 naik 0,2%, Nasdaq 100 hampir tidak berubah, dan Dow Jones Industrial Average meningkat 0,25%. Bursa saham AS akan tutup pada 9 Januari untuk menghormati hari berkabung nasional bagi mantan Presiden Jimmy Carter. Pasar obligasi akan tutup pada pukul 14.00 waktu New York.
Imbal hasil obligasi 10 tahun turun dua basis poin menjadi 4,67%. Imbal hasil 20 tahun, yang tertinggal sejak diperkenalkan kembali pada 2020, sempat mencapai 5%. Indeks Bloomberg Dollar Spot naik 0,4%.
“Meskipun kekuatan pasar tenaga kerja dalam waktu dekat kemungkinan akan mempertahankan ekspektasi 1-2 pemotongan suku bunga pada 2025, kami tetap percaya bahwa inflasi akan terus menurun perlahan sementara pekerjaan tetap seimbang, memungkinkan The Fed untuk memotong suku bunga tiga kali pada 2025," ungkap Chris Senyek dari Wolfe Research.
Mike Wilson, kepala strategi ekuitas AS di Morgan Stanley, memperkirakan paruh pertama 2025 akan fluktuatif dengan perbaikan di paruh kedua. Dalam wawancaranya dengan Bloomberg Television, Wilson menegaskan bahwa tidak akan ada penurunan suku bunga yang signifikan seperti pada 2022, ketika The Fed agresif menaikkan suku bunga.
Namun, Wilson mencatat bahwa meskipun risiko penurunan tingkat suku bunga hari ini lebih kecil, masih ada potensi penurunan harga saham sebesar 10% jika imbal hasil tetap tinggi.
Goldman Sachs Group Inc menyoroti korelasi negatif antara ekuitas dan imbal hasil obligasi. “Jika imbal hasil terus naik tanpa didukung data ekonomi yang baik, pasar saham akan terkena dampaknya,” tulis Christian Mueller-Glissmann dan timnya dalam sebuah catatan.
Henry Allen dari Deutsche Bank AG menekankan, “Penurunan besar biasanya dipicu oleh resesi.” Namun, dia menambahkan bahwa saat ini tidak ada tanda-tanda perlambatan ekonomi, dan beberapa indikator utama justru menunjukkan tren yang semakin positif.
Craig Johnson dari Piper Sandler menyimpulkan, “Awal tahun baru ini penuh volatilitas. Sensitivitas terhadap kenaikan imbal hasil obligasi dan kondisi oversold jangka pendek menguji kesabaran serta ketahanan investor. Meski kehati-hatian meningkat, kami tetap optimis karena tren utama indeks utama masih tetap kokoh.”
(bbn)