Bloomberg Technoz, Jakarta – Pemerintah mengonfirmasi investor dari China akan menggantikan Air Products & Chemical Inc (APCI) sebagai pemodal untuk kelanjutan megaproyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pengumuman investor baru pengganti APCI akan dilakukan setelah KTT G7 di Hiroshima, Jepang pada 19—21 Mei 2023.
“Nanti akan kami informasikan setelah final. Saya besok setelah dari G7 akan ke China. Kita akan pakai [investor] China [untuk gasifikasi batu bara],” ujarnya saat ditemui, Selasa (9/5/2023).
Meski tidak menyebut nama perusahaan investor pengganti APCI, Luhut mengatakan pemerintah memilih pemodal dari China lantaran teknologi gasifikasi yang digunakan di negara tersebut lebih efisien dan hemat biaya.
“Karena cost teknologinya lebih rendah dan bisa inject CO2-nya ke bumi. Air Product pun pakai teknologi dari sana [China],” tutur Luhut.
Sebelumnya, pemerintah dikejar waktu untuk mencari pemodal pengganti bagi proyek yang dimotori oleh PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dan PT Pertamina (Persero) itu.
Terbaru, berembus kabar Sedin Engineering Co. Ltd. menjadi calon kuat pengganti ACPI dalam proyek tersebut. Perusahaan China yang bergerak di bidang konstruksi dan petrokimia itu terdeteksi sudah melakukan kajian gasifikasi dari sejumlah perusahaan, termasuk PT Pupuk Indonesia (Persero), sejak 2017.

Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menyinggung bahwa proyek gasifikasi batu bara dapat mengurangi beban subsidi energi untuk liquified petroleum gas (LPG) senilai Rp7 triliun per tahun.
Proyek strategis nasional (PSN) itu sejatinya direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Dengan mendatangkan investasi asing dari APCI senilai US$2,1 miliar atau setara Rp30 triliun, proyek itu digadang-gadang sanggup memenuhi kebutuhan 500 ribu ton urea per tahun, 400 ribu ton DME per tahun, dan 450 ribu ton polipropilen per tahun.
Menyitir pernyataan resmi Pertamina, dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini diklaim dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.
Selain itu, proyek ini diharapkan dapat memberikan efek domino seperti menarik investasi asing lainnya dan –melalui penggunaan porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN)– proyek itu juga dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal.
(wdh)