Dalam regulasi tersebut, konsep '4 Sehat 5 Sempurna' resmi ditinggalkan, digantikan dengan pedoman gizi seimbang. Gizi seimbang menekankan pentingnya kualitas dan kuantitas asupan yang mencakup makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta mikronutrien seperti vitamin dan mineral.
“Susu hanyalah salah satu bagian dari sumber protein hewani, yang juga bisa diperoleh dari telur, ayam, ikan, daging, serta olahannya. Sayangnya, euforia susu ini bahkan membuat banyak ibu yang masih menyusui bayinya beralih ke susu kemasan, padahal ASI sebaiknya diberikan hingga usia dua tahun atau lebih,” jelas dr. Tan.
Menurutnya, penggunaan susu dalam program makan bergizi juga mengabaikan fakta bahwa lebih dari 80% etnis Melayu, termasuk sebagian besar masyarakat Indonesia, memiliki intoleransi laktosa.
“Tubuh mereka tidak mampu mencerna susu dengan baik, dan ini justru dapat merugikan kesehatan,” imbuhnya.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana pun turut menanggapi ketidakadaan susu di menu makan bergizi gratis (MBG) di wilayah Jakarta.
Ia mengatakan susu masih bagian menu seperti menu lainnya. "Jika nanti masak telur contohnya, susu juga akan jadi bagian menu,"ujarnya kepada Bloomberg Technoz, Selasa (7/1).
Kemudian Dadan juga menceritakan bahwa salah satu SPPG di Cimahi, Jawa Barat, sudah memberikan susu dalam kemasan botol kaca, sebagai upaya mengelola sampah dan meminimalisasi limbah.
"Di Cimahi susu langsung dari peternakan sapi perah bagian dari menu sama seperti yang lain," tandasnya.
(dec/spt)