Namun, jika dilihat berdasarkan aspek lingkungan dan lahan, mandatori B50 tidak baik karena meningkatkan penggunaan hutan dan lahan untuk sawit, bahkan berpotensi adanya konflik.
“Apalagi dengan tren kenaikan harga CPO [crude palm oil/minyak kelapa sawit mentah] dan produksinya yang menurun, maka akan memicu fluktuasi harga biodiesel dan cenderung akan makin naik. Risikonya bisa ada pertentangan prioritas pemanfaatan sawit dan itu bisa menimbulkan ketidakstabilan perekonomian,” tutur Bisman.
Tidak hanya itu, peningkatan produksi B40 menjadi B50 juga membutuhkan kesiapan kapasitas pengolahan/blending dan penyimpanan. Walakin, kondisi ini masih bisa diatasi ketika pemerintah menyiapkan investasinya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan pemerintah akan meningkatkan mandatori biodiesel menjadi berbasis sawit 50% atau B50. Implementasi B50 itu ditargetkan berlangsung mulai 2026.
"Kalau ini berjalan baik [B40], atas arahan Presiden Prabowo, kita akan mendorong implementasi B50 pada 2026 dan kalau ini kita lakukan, maka impor kita terhadap solar, insyallah dipastikan sudah tidak ada lagi pada 2026," ujarnya.
Bahlil mengatakan, program mandatori biodiesel merupakan bagian dari Perintah Presiden Prabowo untuk meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi impor.
Biodiesel merupakan bahan bakar solar dengan campuran minyak kelapa sawit. Makin besar komposisi minyak sawitnya, maka solar yang digunakan makin sedikit.
Penghematan Devisa
Adapun, penerapan kebijakan mandatori B40 pada 2025 saja diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar US$9,33 miliar atau setara dengan Rp147,5 triliun.
"Devisa kita itu menghemat Rp147,5 triliun untuk B40 ya," kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM Eniya Listiani Dewi saat ditemui di kantornya, Jumat lalu.
Sementara itu, dari implementasi B35 pada 2024, Indonesia diklaim telah menghemat devisa sebesar US$7,78 miliar atau setara dengan Rp122,98 triliun.
"Nah ini [devisa] meningkat sekitar Rp25 triliun. Dari situ penurunan emisi juga meningkat dari 34,56 juta ton CO2 menjadi 41,46 juta ton CO2," tutur Eniya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, program mandatori B40 akan meningkatkan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp20,9 triliun dari sebelumnya hanya Rp17,49 triliun untuk B35. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dari program ini diklaim sebanyak 14.730 orang (off-farm) dan 1,95 juta orang (on-farm).
Penerapan B40 telah terlaksana mulai 1 Januari 2025, tetapi baru akan sepenuhnya terlaksana pada Februari 2025 karena adanya masa transisi. Masa transisi merupakan periode untuk menghabiskan kapasitas B35 yang masih beredar di pasaran sebelum akhirnya menggunakan B40.
Pemerintah telah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter (kl) biodiesel sepanjang 2025 dengan perincian 7,55 juta kl diperuntukkan untuk segmen public service obligation (PSO), sedangkan sisanya atau sebanyak 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.
Implementasi program mandatori B40 ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40%.
Penyaluran B40 akan didukung oleh 24 BU BBN serta 28 BU BBM yang mendistribusikan B40 untuk PSO dan non-PSO.
(mfd/wdh)