Pada saat yang sama, di pasar obligasi global terutama di Amerika Serikat, investor juga memilih keluar. Yield surat utang Pemerintah AS, biasa disebut US Treasury, melonjak ke level 4,7% dan berdampak pada pergerakan surat utang di seluruh dunia.
"Kenaikan yield UST disebabkan oleh rilis data PMI ISM jasa bulan Desember AS yang naik menjadi 54,1 melebihi konsensus dan JOLTS job openings November yang naik menjadi 8,10 juta, juga melebihi konsensus. Hasil tersebut membuat pelaku pasar pesimis terhadap prospek disinflasi maupun pelemahan pasar tenaga kerja AS sebagai counter balance terhadap posisi hawkish the Fed," kata analis Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi dalam catatannya.
Selain itu, retorika Donald Trump yang makin agresif menjelang pelantikan, mulai dari peluang mencaplok kanal Panama dan Greenland dengan kekuatan militer karena persaingan geopolitik dengan China, membuat pasar khawatir terhadap arah kebijakan pemerintah AS di bawah Trump.
Defisit APBN 2025
Sentimen yang memburuk sejak awal pekan akhirnya juga menyeret kelesuan lelang perdana SUN yang dilangsungkan kemarin. Nilai penawaran masuk atau incoming bids dalam lelang 7 Januari 2025 menjadi yang terendah kedua dalam lima tahun terakhir.
Para investor dinilai masih belum sepenuhnya yakin atas komitmen fiskal pemerintah, walaupun realisasi defisit 2024 jauh lebih rendah dari proyeksi outlook Kementerian Keuangan.
Incoming bids cuma tercatat sebesar Rp31,65 triliun. Itu menjadi yang terendah kedua dalam lima tahun terakhir setelah pada lelang perdana tahun 2023 lalu, nilai penawaran yang masuk sebagai cerminan minat investor, tercatat hanya Rp28,32 triliun.
Bukan cuma itu, rasio bid-to-cover yang mencerminkan nilai penawaran masuk dibanding penawaran dimenangkan, juga rendah yaitu hanya 0,83 kali. Itu menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir untuk lelang perdana di awal tahun. Bahkan pada era pandemi Covid-19 pada 2021 saja, rasionya masih sebesar 2,37 kali.
Rasio bid-to-cover yang di bawah 1 di tengah rendahnya penawaran masuk, menunjukkan bahwa Pemerintah RI sangat membutuhkan pendanaan.
"Hal itu bisa dimengerti mengingat tingginya target penerbitan obligasi bersih [nett issuance] sebesar Rp642,56 triliun dan tingginya tingkat jatuh tempo surat utang negara tahun ini yang diperkirakan sebesar Rp693,61 triliun," kata tim analis Mega Capital Sekuritas.
Analis memperkirakan, tahun ini Pemerintah RI akan menerbitkan surat utang (gross issuance) senilai Rp1.400 triliun untuk membiayai proyeksi defisit anggaran sebesar 2,8% dari Produk Domestik Bruto. Angka defisit itu lebih tinggi dibanding target APBN 2025 sebesar 2,53% dari PDB.
"Kami menaikkan proyeksi defisit fiskal tahun 2025 menjadi 2,80% dari sebelumnya defisit 2,7% setelah mempertimbangkan informasi bahwa APBN tahun 2025 belum memasukkan belanja untuk 14 kementerian baru yang dibentuk oleh pemerintahan saat ini," kata Lionel.
Dalam laporan sebelumnya yang dilansir oleh LPEM Universitas Indonesia, pembengkakan jumlah kementerian dan lembaga negara di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yaitu menjadi 48 kementerian, diperkirakan akan meningkatkan belanja antara Rp39,55 triliun hingga Rp158,21 triliun pada 2025.
Para akademisi UI melandasi proyeksi itu berdasarkan asumsi konservatif bahwa ekspansi kabinet hanya meningkatkan aktivitas dan anggaran sebesar 5% hingga 20%.
"Anggaran belanja pemerintah pusat diestimasi meningkat sekitar Rp39,55 triliun hingga Rp158,21 triliun pada 2025, atau meningkat sekitar 4% hingga 15,8% dari total anggaran belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN] 2025," kata peneliti LPEM UI.
(rui/aji)