Sementara di pasar surat utang, tekanan jual masih berlanjut terutama untuk tenor 5 tahun yang kini ada di 7,06%, serta tenor 20 tahun di 7,15%.
Sedangkan tenor acuan 10Y sedikit turun ke level 7,13% dan tenor 2Y juga mendatar di 7,00%.
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melemah menuju area Rp16.150 hingga Rp16.200/US$, dengan mencermati support terkuat rupiah pada Rp16.250/US$.
Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis paling potensial di level Rp16.100/US$. Target penguatan optimis lanjutan untuk dapat kembali menguat ke level Rp16.000/US$.
Selama rupiah bertengger di atas Rp16.200/US$ usai tertekan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.300/US$.
Sebaliknya apabila terjadi penguatan hingga Rp16.000/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat hingga Rp15.950/US$.
Pelemahan rupiah pagi ini sudah diprediksi menilik perkembangan pasar global yang cenderung memicu arus jual.
Dini hari tadi pada penutupan bursa New York, indeks yang mengukur kekuatan the greenback terhadap enam mata uang utama dunia (DXY) kembali ditutup menguat di 108,54.
Penguatan dolar AS terjadi di tengah arus jual yang meningkat di pasar Treasury, surat utang AS. Imbal hasil UST-10Y melejit menyentuh 4,69%. Semua tenor surat utang AS mencatat kenaikan imbal hasil, indikasi harganya tengah tertekan permintaan jual.
Lonjakan yield Treasury itu didorong oleh peluruhan ekspektasi pelaku pasar akan peluang pemangkasan Fed fund rate, bunga acuan AS, dalam waktu dekat. Pasar yang semula meyakini akan ada pemangkasan FFR pada Maret, kini memperkirakan tidak akan ada penurunan bunga acuan sampai Juli nanti.
Perubahan ekspektasi itu menyusul data pembukaan lapangan kerja AS yang dirilis tadi malam, menunjukkan kenaikan ke level tertinggi dalam enam bulan.
Di sisi lain, pejabat The Fed kembali melontarkan pernyataan bernada hawkish, menggarisbawahi lagi kekhawatiran mereka terhadap inflasi di negeri itu.
Gubernur Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, menyarankan agar pejabat Federal Reserve berhati-hati dalam mengambil keputusan kebijakan, mengingat kemajuan penurunan inflasi yang masih belum merata. Ia menekankan pentingnya mempertahankan suku bunga pada tingkat yang relatif tinggi untuk mencapai target stabilitas harga.
(rui)