Dengan nama besar dan kemampuan berinteraksi langsung dengan publik, Trudeau berhasil menarik massa dan membawa suasana optimis yang ia sebut sebagai "jalan cerah." Pada pemilu Oktober 2015, ia berhasil mengangkat Partai Liberal dari posisi ketiga menuju kemenangan bersejarah, didukung oleh kuatnya dukungan pemilih muda.
Sebagai perdana menteri termuda kedua dalam sejarah Kanada, ia melantik kabinet yang terdiri dari jumlah pria dan wanita yang seimbang. Saat ditanya alasannya, ia menjawab singkat, “Karena ini tahun 2015.”
Tantangan Pemerintahan
Namun, memimpin ternyata jauh lebih sulit dibandingkan memenangkan pemilu. Harga minyak anjlok pada tahun menjelang kemenangannya, melemahkan ekonomi Kanada. Lalu Donald Trump terpilih sebagai presiden AS dan mengancam membatalkan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), yang sangat penting bagi ekonomi Kanada sejak perjanjian tersebut pertama kali dibuat pada 1980-an.
Trudeau mempercayakan Chrystia Freeland, wakil perdana menteri dan menteri keuangannya, untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Trump. Kesepakatan yang dicapai pada 2018—yang mempertahankan sebagian besar isi perjanjian awal—merupakan salah satu pencapaian terbesarnya sebagai perdana menteri. Meski demikian, Trump tetap mengejek Kanada sebagai “negara bagian ke-51” setelah Trudeau mengumumkan pengunduran dirinya.
Tahun-Tahun Sulit
Jelang pemilu 2019, pemerintah Trudeau diguncang skandal etika. Perusahaan rekayasa besar SNC-Lavalin dituduh melakukan penipuan dan korupsi. Jaksa Agung Jody Wilson-Raybould menuduh pemerintah, termasuk staf Trudeau, menekannya agar menyetujui kesepakatan penyelesaian kasus tersebut.
Trudeau memenangkan pemilu Oktober 2019, namun Partai Liberal kehilangan mayoritas di parlemen dan hanya menempati posisi kedua dalam jumlah suara populer, di belakang Partai Konservatif. Tahun-tahun berikutnya didominasi oleh pandemi Covid-19 dan dampaknya.
Pada 2020, ketika ekonomi jatuh bebas, pemerintah meluncurkan program bantuan besar-besaran yang menyebabkan defisit anggaran terbesar dalam sejarah Kanada. Setelah vaksin tersedia, Trudeau mendorong vaksinasi dan mengadakan pemilu kilat pada musim panas 2021, di mana mandat vaksin menjadi isu yang memecah belah. Meski Partai Liberal memenangkan kursi terbanyak, mereka kembali kalah dalam suara populer dari Partai Konservatif.
Kemarahan terhadap aturan Covid memicu protes besar-besaran di Ottawa dan sejumlah kota lain pada awal 2022. Sebuah konvoi pengemudi truk menduduki ibu kota Kanada selama tiga minggu, sementara demonstran lain memblokir jembatan utama antara Ontario dan Michigan. Trudeau menggunakan wewenang darurat untuk mengusir mereka, langkah yang kemudian dinyatakan berlebihan oleh hakim.
Aturan vaksin akhirnya ditinggalkan, tetapi pandemi meninggalkan warisan berupa inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga, fenomena global yang sebagian disebabkan oleh gangguan rantai pasok dan invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Bank sentral Kanada melakukan kenaikan suku bunga tercepat dalam sejarah, yang membuat pembayaran KPR dan sewa melonjak.
Kekhawatiran atas biaya hidup pun membebani Trudeau, meskipun pemerintahannya memperluas jaring pengaman sosial dengan program tunjangan anak, subsidi penitipan anak, dan perawatan gigi federal.
Beberapa ekonom menyalahkan pemerintah karena mempertahankan belanja pandemi terlalu lama, sambil gagal memastikan konstruksi perumahan sejalan dengan tingginya tingkat imigrasi. Trudeau berbalik arah drastis pada kebijakan imigrasi di tahun 2024, mencoba memperlambat pertumbuhan populasi.
Namun, tampak jelas pemerintah kehilangan arah.
“Dua tahun terakhir menunjukkan pemerintahan yang tampak lesu, dan ini hal yang biasa terjadi pada pemerintahan yang sudah memasuki tahun kedelapan, kesembilan, atau hampir sepuluh,” kata Emmett Macfarlane, profesor ilmu politik di University of Waterloo. “Kemampuan mereka untuk memiliki visi yang jelas untuk agenda kebijakan tampaknya menguap, dan komunikasi mereka semakin buruk.”
Bangkitnya Oposisi
Sementara itu, Partai Konservatif memperbaiki internal mereka. Setelah kalah tiga kali berturut-turut, mereka memilih Pierre Poilievre, pemimpin sayap kanan yang mahir memanfaatkan media sosial. Ia fokus pada isu-isu ekonomi seperti perumahan dan biaya hidup, serta menggiring oposisi terhadap pajak karbon pemerintah Liberal.
Dukungan pemilih mulai beralih secara signifikan dari Trudeau pada pertengahan 2023, dan sejak itu ia tak mampu membalikkan defisit dua digit dalam jajak pendapat melawan Poilievre. Pada 2024, Partai Liberal kalah dalam pemilu sela di wilayah Toronto dan Montreal yang sebelumnya aman, serta di kursi penting di British Columbia, menegaskan perubahan suasana hati publik.
NDP, yang pada awal 2022 sepakat mendukung pemerintah dalam pemungutan suara parlemen, mengakhiri kesepakatan itu pada September.
(bbn)