Jika dibandingkan tahun sebelumnya, angka tersebut juga telah naik 11,02%. Sepanjang 2023, pemerintah melaporkan angka PHK sebanyak 64.855 orang.
Pada 2024, PHK terbanyak terjadi di Provinsi DKI Jakarta, sebanyak 14.501 kasus pemutusan hubungan kerja. Disusul Provinsi Jawa Tengah dan Banten, masing-masing sebesar 13.012 kasus dan 10.727 kasus. Sedangkan di Jawa Barat, terjadi 9.510 kasus PHK.
Kalangan ekonompun memprediksi badai PHK akan berlanjut di 2025 ini, sejalan dengan adanya ketidakpastian global dan pasar domestik berpotensi tertekan akibat kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
"Saya sepakat kalau ada potensi PHK yang tetap besar di tahun depan. Karena apa? permasalahannya ada di sisi permintaan domestik dan dari masalah kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sisi produksi," ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal saat dihubungi, belum lama ini.
Berbagai rencana kebijakan itu, kata dia, akan berpotensi menggerus daya beli kelas menengah, yang pada akhirnya juga akan mengurangi permintaan domestik.
Apalagi, lanjutnya, Indonesia belakangan ini juga tengah dihantui oleh isu kelas menengah yang belakangan ini terus mengalami tren penurunan. Padahal, 84% konsumsi domestik disumbangkan olah kelas ini.
"Ini pasti akan mengurangi kapasitas terpakai, sehingga industri harus menyesuaikan penjualan dengan melakukan penghematan dari sisi produksi," ujar dia.
Senada, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan pasar domestik berpotensi tertekan akibat kenaikan PPN dan pada akhirnya menekan daya beli masyarakat. Dari sisi eksternal, kebijakan ekonomi global diprediksi masih tidak pasti terlebih setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat (AS).
“Tekanan baik dari sisi domestik maupun eksternal bagi Indonesia bisa mengakibatkan badai PHK bisa saja berlanjut tahun depan apabila pemerintah tidak melakukan terobosan untuk mengantisipasi hal ini,” terang Josua.
(ain)