Selain investor migas Barat, investor dari Timur Tengah—seperti Qatar — juga tengah melihat peluang untuk memacu produksi dan menyuplai minyak ke Eropa, di tengah perang Rusia dan Ukraina yang masih berkepanjangan.
Imbas dari situasi tersebut, lanjut Moshe, biaya produksi gas di Asia Tenggara ikut terkerek. Walhasil, investor tidak akan terlalu melirik proyek-proyek gas di Indonesia lagi.
“Itu yang ditakutkan, karena semua fokusnya ke sana [Eropa]. Dampak jangka panjangnya dari sisi investasi. Itu yang ditakutkan. Kalau jangka pendek, misal penjualan kita, enggak ada masalah. Sebanyak 60% gas kita kan dipakai untuk domestik, hanya 40% yang diekspor. Jadi tidak terlalu terdampak, karena semua kontrak jangka panjang mayoritasnya.”
Efek ke Harga
Di sisi lain, Moshe menggarisbawahi, isu terputusnya transit LNG Rusia ke Eropa via Ukraina akan memengaruhi harga komoditas energi superdingin tersebut. Moshe menyebut harga LNG dunia tengah naik.
“Karena diputusnya jalur pipa dari Rusia ke UE melalui Ukraina, itu juga ulahnya Amerika. Kenapa? Karena [agar AS bisa] meningkatkan penjualan LNG ke Eropa. Sekarang kan di Eropa lagi musim dingin, jadi butuh energi banyak, khususnya gas,” terangnya.
Hal itulah yang memicu kenaikan harga yang luar biasa terhadap komoditas LNG akhir-akhir ini, demikian juga tarif listrik di banyak negara dengan ketergantungan tinggi terhadap energi gas.
“Jadi kalau dampaknya ke Indonesia, kalau dari sisi harga, naik. Jadi sebenarnya harusnya lebih bagus bagi kita. Jadi harga kita yang tinggi itu bisa menyaingi, tetapi LNG biasanya kontrak jangka panjang. Jadi harga biasanya sudah ditetapkan di awal. Jadi enggak begitu berpengaruh,” ujar Moshe.
Berakhirnya aliran LNG Rusia ke Eropa melalui Ukraina kemungkinan akan meningkatkan persaingan dengan Asia dan mengerek harga bahan bakar superdingin itu.
Ukraina berharap peningkatan pasokan gas dari AS dan produsen lain ke Eropa akan membuat harga lebih nyaman, kata Presiden Volodymyr Zelenskiy dalam sebuah unggahan di Telegram pada Rabu (2/1/2025).
Invasi Rusia ke negara tetangganya pada Februari 2022 itu memicu krisis energi di Eropa yang menyebabkan lonjakan harga acuan regional dan harga gas alam cair internasional.
"Ini akan makin memperketat pasar LNG," kata Scott Darling, seorang direktur pelaksana di Haitong International Securities, di Bloomberg TV.
"Kami pikir tahun ini dan mungkin tahun depan adalah pasar yang ketat. Pasokan, khususnya untuk LNG, ketat, dan kami melihat lebih banyak risiko kenaikan untuk menentukan harga LNG tahun ini dan tahun depan."
Aliran gas dari Rusia ke Eropa melalui Ukraina terhenti pada Rabu (1/1/2025), atau saat tahun baru, mengakhiri jalur utama bagi kawasan tersebut selama lebih dari lima dekade.
Meskipun langkah tersebut diharapkan setelah pertikaian politik selama berbulan-bulan, Eropa masih harus mengganti sekitar 5% gasnya dan mungkin lebih bergantung pada penyimpanan, yang telah turun di bawah tingkat rata-rata untuk periode tersebut.
Harga naik untuk mengantisipasi pemutusan hubungan kerja, dengan patokan gas Eropa ditutup pada 2024 dengan kenaikan lebih dari 50%.
Keuntungan tersebut belum sepenuhnya tercermin dalam biaya LNG yang biasanya lebih mahal yang sangat diandalkan oleh negara-negara termasuk Jepang dan Korea Selatan.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)