Mesin pesawat tersebut diproduksi melalui usaha patungan GE, CFM International, dengan Safran (SAF.PA).
Meskipun penyebab insiden ini masih belum jelas, kecelakaan Jeju Air menambah masalah bagi Boeing, yang berjuang untuk memulihkan kepercayaan pelanggan setelah dua kecelakaan fatal pesawat 737 MAX, ledakan panel di udara, dan pemogokan selama tujuh minggu.
Kementerian Transportasi juga mengadakan pertemuan darurat dengan para CEO dari 11 maskapai, termasuk maskapai terbesar Korean Air Lines dan Asiana Airlines, untuk membahas langkah-langkah meningkatkan keselamatan penerbangan.
Tim penyelidik Korea Selatan mengungkapkan pada Jumat bahwa dua anggotanya akan berangkat ke Amerika Serikat minggu depan untuk menganalisis perekam data penerbangan dari kecelakaan tersebut bekerja sama dengan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB).
Tim juga sedang mempelajari puing-puing pesawat dan mewawancarai pejabat menara kontrol bandara.
Penyelidik akan menganalisis data dari 107 ponsel yang ditemukan di lokasi kecelakaan, termasuk pesan teks, untuk mencari petunjuk terkait apa yang terjadi sebelum kecelakaan, lapor Yonhap News.
Presiden sementara Korea Selatan, Choi Sang-mok, pada Jumat mendesak penyelidik untuk bekerja cepat mengumpulkan bukti dari lokasi kecelakaan dan menganalisis perekam suara.
Beberapa pertanyaan yang belum terjawab termasuk mengapa pesawat tidak mengeluarkan roda pendaratannya dan apa yang menyebabkan pilot tampaknya terburu-buru melakukan percobaan pendaratan kedua setelah memberitahu pengendali lalu lintas udara bahwa pesawat mengalami tabrakan dengan burung dan menyatakan keadaan darurat.
Polisi pada Kamis (02/01/2025) menyatakan mereka sedang menyelidiki Jeju Air dan operator Bandara Internasional Muan serta melarang CEO Jeju Air, Kim E-bae, dan seorang pejabat yang tidak teridentifikasi untuk meninggalkan negara tersebut.
(del)