Logo Bloomberg Technoz

Dadan menegaskan kebijakan HGBT hanya mengatur soal harga, bukan pasokan karena alokasi gas berdasarkan perjanjian jual beli gas (PJBG) sudah ada sebelumnya.

“[Industri] yang dapat HGBT itu yang sudah ada PJBG-nya. Nanti pemerintah yang menentukan harga baru. Namun, kami tetap mempertimbangkan kecukupan pasokan dan penerimaan negara,” imbuhnya.

Soal kekhawatiran gangguan terhadap investasi di sektor hulu migas, Dadan menyebut pemerintah terus melakukan simulasi hitungan agar kebijakan yang diambil seimbang.

“Kita harus menghitung komposisi HGBT dan non-HGBT. Kalau pasokan turun, ada perubahan alokasinya. Jadi, semua ini harus dihitung baik-baik untuk memastikan kewajiban negara terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tetap terpenuhi,” ucapnya.

Sektor Penerima

Saat ditanya soal potensi penambahan sektor penerima HGBT, Dadan mengatakan pemerintah akan melihat kesiapan pasokan.

“Dasarnya tetap dari pasokan yang ada di PJBG, tetapi kami harus menghitung kecukupan penerimaan negara. Intinya, kami upayakan agar semua berjalan optimal,” ujar Dadan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung sebelumnya melaporkan penyerapan program HGBT untuk sektor industri  baru mencapai 80% atau sebesar 87,2 juta british thermal unit (MMBtu). Persentase tersebut merupakan realisasi dari Januari hingga November 2024.

“Untuk realisasi volume HGBT sampai dengan triwulan III 2024 untuk sektor industri sebesar 87,2 juta MMBtu atau 80% dari total alokasi sebesar 109,5 juta MMBTU," kata Yuliot dalam kegiatan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Awards 2024, Jumat (13/12/2024) malam.

Yuliot mengatakan penyebab penyerapan HGBT baru mencapai angka 80% bukan merupakan angka final karena data tersebut merupakan realisasi selama 11 bulan tahun berjalan 2024.

Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, yang berlaku hingga pengujung tahun ini.

Pada Februari tahun lalu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengestimasikan penerimaan negara dari selisih harga yang timbul imbas kebijakan HGBT mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp15,6 triliun (kurs saat itu).

Angka tersebut dihitung berdasarkan perkiraan selisih harga yang semestinya diterima negara dari hasil penjualan gas di hulu tanpa kebijakan yang diterapkan sejak 2021 itu.

"Saya mencatat jumlahnya pada 2023 bisa mencapai lebih dari US$1 miliar pada potensi penurunan penerimaan negara. Namun, ini masih angka-angka sementara yang masih akan kita lakukan rekonsiliasi lebih lanjut," ujar Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi dalam diskusi virtual, Rabu (28/2/2024).

(mfd/wdh)

No more pages