Logo Bloomberg Technoz

“Oh pengawasan. Intinya sih pengawasan. Selama ini kan dua-duanya [biodiesel PSO dan non-PSO] disubsidi, tetapi sekarang karena kalau jadi nanti terpisah begitu, ya pengawasan harus benar-benar untuk yang barang ada subsidi negaranya. Awasi sampai titik akhir,” tegasnya ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/1/2025). 

Uji coba biodiesel B40./dok. Kementerian ESDM

Dadan kembali menegaskan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM yang menjadi landasan hukum untuk implementasi program mandatori B40 akan diterbitkan dalam waktu dekat. Saat ini, proses pengesahan regulasinya sudah memasuki tahapan final.

“Sudah dalam proses-proses akhir. Nanti dimumkan saja sama Pak Menteri [ESDM Bahlil Lahadalia]. Nanti dilihat ya,” ujarnya. 

Subsidi dan Selisih Harga

Untuk diketahui, kebutuhan dana untuk membiayai B40 tahun ini diperkirakan mencapai sekitar Rp47 triliun.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai dana subsidi biodiesel masih bisa mencukupi untuk menopang program B40 tahun ini, dengan catatan kinerja ekspor CPO dan derivatifnya bisa mencapai setidaknya 30 juta ton/tahun pada 2025.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan ketersediaan dana untuk membiayai produksi B40 segmen pelayanan umum atau PSO akan sangat tergantung pada hasil PE CPO, yang dikelola BPDPKS.

“Jadi, [kecukupan dana subsidi untuk B40] tergantung berapa volume ekspor CPO. Kalau ekspor masih sekitar 30 juta ton per tahun, seharusnya mencukupi,” kata Eddy saat dihubungi, Jumat (3/1/2025).

Dia menerangkan, ekspor CPO sepanjang tahun (full year) pada 2024 kemungkinan hanya akan tercapai sekitar 27 juta ton, lantaran harga CPO tahun lalu lebih mahal dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti bunga matahari dan kedelai.

“Untuk 2025, [ekspor CPO] diperkirakan masih di sekitar 27—30 juta ton,” kata Eddy.

Meski kemungkinan ekspor CPO tahun ini tidak akan banyak berubah dari kinerja yang lesu tahun lalu, dia tetap meyakini dana subsidi biodiesel B40 dari hasil PE yang dikelola BPDPKS masih bisa mencukupi.

“Seharusnya masih cukup. Kenapa demikian? Karena dana BPDPKS hanya membiayai [biodiesel] yang PSO. Angkanya sekitar 7,55 juta kl dari [total target produksi B40 sebanyak] 15,6 juta kl. Sementara itu, untuk yang non-PSO harganya sesuai pasar,” terang Eddy.

Terkait dengan harga, Eddy memperkirakan CPO tahun ini akan bergerak di rentang MYR4.500—MYR5.000 per ton, melanjutkan tren penguatan anual pada 2024.

Harga CPO yang diyakini masih bertaji pada 2025 disebutnya dapat ikut mengerek ongkos produksi biosolar di dalam negeri, padahal pemerintah menaikkan target bauran 40% bahan bakar nabati (BBN) berbasis sawit dalam biodiesel untuk program B40 pada tahun ini.

“Kalau bahan baku naik, sudah pasti harga biodiesel naik. Akan tetapi, biaya naiknya juga tergantung pada biaya bahan baku proses. Misalnya, kalau harga metanol [ikut] naik, maka akan memengaruhi biaya [produksi B40],” terangnya. 

Kementerian ESDM menetapkan harga indeks pasar (HIP) BBN jenis biodiesel per Desember 2024 di level Rp14.389/liter ditambah ongkos angkut. Nilai tersebut naik Rp1.005/liter dari bulan sebelumnya di angka Rp13.384/liter.

Secara terperinci, perhitungan HIP biodiesel didapatkan dari formula HIP = (Harga CPO KPB Rata-rata + US$85/ton) x 870 kg/m3 + Ongkos Angkut. Dengan harga CPO KPB rata-rata periode 25 Oktober—24 November 2024 sebesar Rp15.199/kg.

Adapun, US$85/ton adalah nilai konversi bahan baku menjadi biodiesel, dan angka 870 kg/m3 merupakan faktor satuan dari kg ke liter. Sementara itu, nilai kurs menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia dengan periode kurs 25 Oktober—24 November 2024 sebesar Rp15.768/US$.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages