Adapun, produksi konsentrat tembaga Freeport ditargetkan sebanyak 3,7 juta ton pada 2024, naik dari tahun sebelumnya sebanyak 3,4 juta ton.
Untuk itulah, Freeport berharap agar izin ekspor konsentrat tembaga pada tahun ini dapat segera diberikan sampai smelter katoda yang terdampak kebakaran selesai diperbaiki dan bisa beroperasi kembali.
Menurut, Katri, berdasarkan rencana perbaikan fasilitas yang terdampak, proses ramp up operasi smelter katoda tersebut kemungkinan dapat dimulai pada akhir semester I-2025.
“Untuk mempertahankan tingkat operasi produksi penambangan/pengolahan serta kontribusi keuangan PTFI kepada negara, kami tengah berdiskusi dengan pemerintah untuk melakukan penjualan konsentrat yang semestinya dimurnikan di smelter PTFI ke luar negeri sampai smelter PTFI beroperasi penuh 100%."
Mulai Juli
Selaras dengan pernyataan Katri, hari ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga mengungkapkan smelter katoda tembaga Freeport ditargetkan dapat kembali memulai produksi pada Juli 2025, meski belum dengan kapasitas penuh.
Normalnya, kapasitas produksi smelter tersebut mencapai 900.000—1 juta ton katoda per tahun, tergantung kadar tembaga yang diolah.
Elen Setiadi, Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Perekonomian, menjelaskan perbaikan pascakebakaran diharapkan selesai pada semester I-2025, sehingga pabrik tersebut dapat kembali beroperasi bertahap mulai Juli tahun ini.
“Pokoknya semester I selesai. Iya, Juli 40% target [produksinya dari kapasitas terpasang],” ujarnya saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, usai pertemuan dengan Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas, Jumat (3/1/2025).
Pada kesempatan tersebut, Tony menambahkan saat ini produksi katoda dari smelter tersebut masih berhenti total, sejalan dengan proses perbaikan yang belum selesai. Namun, dia mengatakan proses produksi di hulu tambang PTFI masih berjalan normal.
“Sekarang masih full berhenti, kan lagi perbaikan. Tidak mungkin produksi, karena itu kan meng-capture SO2,” ujarnya.
Tony juga membenarkan perusahaan masih terus membahas bersama pemerintah, ihwal perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga setelah masa berlakunya habis pada 31 Desember 2024.
“Ini sedang dibahas. Kalau bahasa sampai kapan [diberikan izin ekspor konsentrat], kan tergantung pemerintah,” ujar Tony.
Induk usaha PTFI, Freeport-McMoRan Inc (FCX), memperkirakan biaya perbaikan smelter katoda tembaga milik perseroan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur mencapai US$100 juta (atau setara Rp1,62 triliun asumsi kurs saat ini).
Dalam laporan kuartalannya ke Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat atau Securities and Exchange Commision (SEC) pada November 2024, Freeport-McMoRan mengatakan estimasi biaya perbaikan tersebut didapatkan karena Freeport Indonesia telah menyelesaikan sebagian besar tinjauan kerusakan awal.
Adapun, pemerintah tahun lalu telah menyetujui perseroan untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga sekitar 840.000 wet metric ton (WMT) pada periode Juli—Desember 2024.
(wdh)