Logo Bloomberg Technoz

"Emas perhiasan dan rokok seharusnya tidak dilihat sebagai indikator utama daya beli," kata Satria Sambijantoro, Head of Research Bahana Sekuritas dalam catatannya hari ini.

Lebih jauh melihat data inflasi inti. BPS melaporkan, pada 2024 inflasi inti tercatat 2,26%. Itu menjadi salah satu yang terendah dalam lebih dari 20 tahun terakhir, mengeluarkan periode pandemi 2020-2021.

Angka inflasi inti tahun 2024 juga menjadi yang terendah beruntun dalam dua tahun terakhir setelah pada 2023, core inflation tercatat cuma 1,8%. 

Baca juga: Inflasi RI Rendah, Bukan Selalu Kabar Baik

Inflasi inti seringkali menjadi salah satu indikator permintaan (daya beli) dalam perekonomian karena komponennya cenderung stabil, persisten atau tidak mudah berubah dan pergerakannya dipengaruhi oleh faktor fundamental, menurut penjelasan Bank Indonesia. 

Inflasi inti Indonesia kembali mencetak angka rendah di luar masa pandemi (Dok. Bloomberg)

Faktor yang mempengaruhi inflasi inti antara lain, interaksi permintaan-penawaran, lalu nilai tukar, harga komoditas dan perkembangan ekonomi global juga ekspektasi inflasi di masa depan.

"Inflasi inti sebesar 2,26% sangat rendah dibanding historisnya, menandakan masih lemahnya daya beli. Perhatikan bagaimana biaya perumahan dan pendidikan masing-masing 'hanya' berkontribusi 0,04% terhadap inflasi tahun 2024," kata Satria.

Dengan capaian 2024 yang menyiratkan pelemahan daya beli masih berlangsung, keputusan Pemerintah RI membatalkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% secara umum, mungkin bisa mengurangi tekanan inflasi ke depan juga memberi ruang bagi daya beli agar tak makin tertekan.

Namun, ekonom memprediksi, tren deflasi akibat kelesuan permintaan kemungkinan masih akan berlanjut pada tahun ini. "Dalam skenario di mana harga komoditas pangan dan logam mulia tetap datar, kami perkirakan inflasi tahunan Indonesia akan turun hingga di bawah 1,5% year-on-year pada 2025," kata Satria.

Sebagai catatan, inflasi harga beras dan rokok telah berada di titik tertinggi pada 2024 sehingga potensial menurunkan IHK untuk keseluruhan tahun 2025.

Baca juga: Opsen Pajak Bisa Bikin Penjualan Mobil dan Motor Melempem

Namun, meski berpeluang makin rendah tahun ini, laju inflasi diperkirkan juga masih menghadapi potensi kenaikan terutama pada Semester II-2025, menurut tim analis Mega Capital Sekuritas termasuk Macro Strategist Lionel Priyadi dan Junior Macroeconomist Muhammad Haikal.

Itu karena pada 2025 ini, masih ada rencana Pemerintah RI membatasi distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan mengerek beberapa harga yang diatur pemerintah alias administered price.

Di antaranya, kenaikan tarif air di DKI Jakarta, lalu kenaikan cukai rokok, lalu pajak tambahan (opsen pajak) untuk kendaraan bermotor yakni untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). 

BI Rate

Walau inflasi domestik sudah begitu rendah, nyatanya ruang pelonggaran moneter dinilai masih belum cukup luas karena ancaman pada rupiah yang masih besar.

"Inflasi yang stabil dan jinak adalah kabar baik bagi BI tapi mungkin tidak akan cukup untuk meyakinkan bank sentral untuk memulai lagi siklus pelonggaran moneter. Fokus BI kemungkinan masih akan pada stabilitas rupiah," kata Ekonom Bloomberg Economist Tamara Mast Henderson.

Bahkan, dengan dolar AS yang diprediksi kian perkasa tahun ini ditambah lonjakan yield Treasury, surat utang AS; ada peningkatan potensi kenaikan bunga acuan BI rate tahun ini. 

Bank investasi global asal Inggris, Barclays, memperkirakan, peluang penurunan BI rate tahun ini akan lebih kecil. Bahkan, BI bisa berbalik arah mengerek bunga acuan apabila pelemahan rupiah terus berlanjut.

Skenario dasar Barclays adalah penurunan BI rate sebesar 25 bps pada kuartal satu dan dua sehingga bunga acuan RI akan parkir di 5,5% tahun ini.

Gubernur BI Perry Warjiyo (Dok: Bloomberg)

"BI kemungkinan akan bersikap 'oportunis' dan bertindak ketika rupiah mendapat jeda dari penguatan dolar AS," kata Barclays, dilansir dari Bloomberg.

Namun, risiko cenderung mengarah pada 'menahan' bunga di level saat ini lebih lama. Bahkan, bila rupiah terus melemah ke kisaran Rp16.200-Rp16.300/US$, bukan tidak mungkin BI rate dikerek naik lagi.

Barclays memprediksi, inflasi IHK Indonesia tahun ini akan ada di 1,7%, mendekati batas bawah target BI di 1,5%-3,5%.

(rui/aji)

No more pages