Disebutkan dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi disharmoni serius antara Menteri Kesehatan dengan organisasi profesi kesehatan, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI), serta organisasi lainnya. Banyak penyebab disharmoni ini.
Ketidakharmonisan ini mengakibatkan kurangnya komunikasi, kerja sama dan inklusifitas antara kedua pihak, yang pada akhirnya menciptakan kondisi tidak kondusif bagi dunia kesehatan Indonesia.
Ketidakharmonisan dalam komunikasi antara Menteri Kesehatan dan para profesi kesehatan di Indonesia kerap menjadi sorotan.
Narasi yang terbangun di media sosial sering kali terkesan kurang mendukung dan menyudutkan profesi kesehatan. Hal ini menciptakan kesan seolah-olah terdapat jarak signifikan antara Menteri dengan profesi kesehatan.
"Ibarat seorang panglima perang yang tidak berkomunikasi dengan pasukannya sendiri. Jika situasi ini terus berlanjut, program-program kesehatan tidak akan dapat berjalan dengan baik dan sukses, mengingat organisasi profesi adalah pemangku kepentingan utama dalam pembangunan kesehatan Indonesia. Tanpa keterlibatan optimal organisasi profesi, program kesehatan yang direncanakan akan sulit memperoleh hasil,"tulisnya dalam surat terbuka.
Kemudian mengenai profil kesehatan masyarakat Indonesia yang belum memuaskan hingga saat ini, termasuk dalam menghadapi penyakit menular yang belum terkendali dengan baik seperti tuberkulosis, HIV/AIDS, malaria dan demam berdarah.
"Pada level regional, profil kesehatan Indonesia jauh tertinggal di tingkat ASEAN. Indonesia masih berada di empat negara terbelakang di ASEAN dalam hal Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu dan Angka Harapan Hidup. Profil kesehatan yang lemah ini menjadi ancaman serius bagi ketahanan kesehatan bangsa,"isi dalam surat terbuka tersebut.
Mereka juga menilai soal Kementerian Kesehatan terlalu fokus pada pelaksaan proyek-proyek mercusuar, seperti pengadaan seperti pengadaan ratusan
laboratorium kateterisasi (Cath-lab) dan proyek genomik, yang menggunakan dana pinjaman luar negeri.
"Proyek-proyek ini tidak mencerminkan keberpihakan pada persoalan kesehatan rakyat banyak dan lebih berorientasi dan menguntungkan kelompok tertentu. Jika proyek-proyek yang tidak pro-rakyat ini terus dilanjutkan, akan terjadi inefisiensi dan pemborosan sumber daya dengan target hasil yang tidak adekuat,"lanjutnya.
Selain itu mereka menyoroti campur tangan dalam ranah profesi. Kementerian Kesehatan disebut terlalu mencampuri jauh urusan yang seharusnya menjadi ranah organisasi profesi.
Undang-Undang Kesehatan No. 17/2023 dibuat tanpa melibatkan organisasi profesi yang sah. Dalam undang-undang tersebut, Kementerian Kesehatan mengambil alih program pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan, konsil, kolegium, dan perangkat lain yang seharusnya menjadi ranah keprofesian.
"Karena sikap ini, Kementerian Kesehatan telah berkali-kali disomasi oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan juga telah mengajukan berbagai judicial review terhadap kebijakan-kebijakan Kementerian Kesehatan tersebut.
Baru-baru ini, pembentukan kolegium secara sepihak oleh Kementerian kembali memicu somasi. Kondisi kekisruhan ini akan terus terjadi jika tidak ada perbaikan dan kesepakatan. Dan ini akan mengganggu program pembangunan kesehatan yang digaungkan oleh Bapak Presiden," dalam surat isi tersebut.
Terakhir, mereka menyinggung soal krisis kepemimpinan berbasis keahlian. Mereka mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, kepemimpinan bidang kesehatan dipegang oleh pejabat yang tidak memiliki wawasan maupun pengalaman adekuat di bidang kesehatan.
Hal ini berdampak pada pola komunikasi yang kurang efektif serta kebijakan yang tidak menyentuh substansi utama persoalan kesehatan.
Seperti halnya bidang pendidikan, sektor kesehatan sepantasnya dipimpin oleh seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang kesehatan.
"Untuk memastikan kebijakan yang komprehensif dan berbasis kebutuhan nyata, seorang Menteri Kesehatan idealnya adalah sosok dengan pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman yang mendalam di bidang kesehatan. Dengan keahlian ini, ia mampu memahami persoalan kesehatan secara mendalam serta memberikan solusi relevan dan sesuai dengan kebutuhan,"imbuhnya.
Tanggapan Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan RI buka suara soal surat terbuka tujuh profesor yang ditujukan kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
Diketahui dalam surat terbukanya, aliansi tersebut menyinggung soal profil kesehatan masyarakat yang belum memuaskan dan ketidakharmonisan antara Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dengan organisasi profesi (OP). Kemudian soal UU Kesehatan yang dinilai tidak mendengar aspirasi organisasi profesi.
Menurut Kemenkes UU Kesehatan No 17 tahun 2023 justru menghilangkan liberalisasi sektor kesehatan yang tadinya disetir dan didominasi oleh organisasi massa dan individu tertentu.
"Yang mana sekarang diambil alih seluruhnya oleh pemerintah,"jelas perwakilan Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes menyampaikan klarifikasi, dikutip Jumat (03/01/2025).
Kementerian Kesehatan mengatakan akan melakukan perlindungan kepada masyarakat. Perubahan yang dilakukan saat ini dikatakan demi 280 juta warga Indonesia.
"Kalau ini untuk kepentingan 280 juta warga Indonesia, pastinya Kemenkes akan berpihak untuk melindungi kepentingan masyarakat,"tambahnya.
"Jadi bisa dipahami mengapa ada pihak-pihak dari tenaga medis atau tenaga kesehatan yang kontra dan menggugat pemerintah,"tandasnya.
(dec/spt)