Menurut Yonhap News, sekitar 2.700 polisi dikerahkan di dekat kediaman Yoon, sementara pendukungnya berkumpul untuk menghalangi upaya pertama dalam sejarah negara itu untuk menangkap presiden yang masih menjabat. Yonhap memperkirakan jumlah demonstran mencapai sekitar 1.200 orang.
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan “Bubarkan CIO” yang merujuk pada lembaga investigasi tersebut. Beberapa lainnya menyerukan “Tangkap Lee Jae-myung,” pemimpin oposisi yang dianggap sebagai kandidat kuat untuk menggantikan Yoon jika ia diberhentikan dari jabatannya.
Perwakilan Yoon menyebut upaya penangkapan itu ilegal dan berjanji akan mengambil tindakan hukum. Sebelumnya, mereka telah mengajukan permohonan ke pengadilan untuk memblokir surat perintah tersebut.
Partai Demokrat, yang menjadi oposisi utama, adalah salah satu pihak yang mendorong penyelidikan pemberontakan terhadap Yoon. “Semua warga Korea Selatan harus bekerja sama dengan pelaksanaan surat perintah yang sah terhadap seseorang yang diduga memimpin pemberontakan,” kata juru bicara partai, Kim Sung-hoi, pada Jumat.
Korsel menghadapi krisis politik sejak deklarasi darurat militer Yoon, yang hanya berlangsung selama enam jam. Langkah tersebut mengguncang pasar keuangan, melemahkan nilai mata uang won, dan mengganggu upaya diplomatik. Krisis ini juga berdampak pada ekonomi, mendorong pemerintah untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun 2025 dari 2,2% menjadi 1,8%.
Setelah Yoon diskors dari jabatannya pada 14 Desember, Perdana Menteri Han Duck-soo, yang sempat menjadi penjabat presiden, juga dimakzulkan. Menteri Keuangan Choi Sang-mok kini menjabat sebagai pemimpin sementara.
Indeks saham Kospi menguat 1,7% setelah upaya penangkapan gagal, melanjutkan pemulihan setelah lima sesi penurunan berturut-turut. Won menguat 0,3% terhadap dolar AS.
Dampak dari darurat militer dan pemakzulan presiden “sudah sepenuhnya tercermin di pasar,” ujar Jung In Yun, CEO Fibonacci Asset Management Global, dalam wawancara dengan Bloomberg TV. Ia menambahkan bahwa saham Korea saat ini “sangat murah.”
Yoon telah mengisyaratkan niatnya untuk memperjuangkan posisinya di pengadilan, dengan menyatakan bahwa keputusan darurat militernya sesuai dengan kewenangan konstitusionalnya. Ia menghadapi persidangan yang akan menentukan apakah ia akan dipulihkan atau diberhentikan secara permanen dari jabatannya.
Pengadilan, yang memiliki tenggat waktu hingga Juni untuk memberikan putusan, akan mengadakan sidang awal pada Jumat — pertemuan pertama sejak Choi menunjuk dua hakim baru, yang meningkatkan kemungkinan keputusan untuk memberhentikan Yoon.
Sementara itu, di tengah gejolak politik ini, negara sedang menghadapi dampak kecelakaan penerbangan Jeju Air pada akhir pekan lalu, yang menewaskan hampir seluruh penumpang kecuali dua dari 181 orang di dalamnya. Choi telah menetapkan masa berkabung selama seminggu hingga 4 Januari.
(bbn)