Bahkan, mengacu pada kontestasi daerah, penerapan ambang batas akan mendorong pada potensi terjadinya pencalonan tunggal; atau satu pasangan calon akan berhadapan dengan kotak kosong.
“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” ujar Saldi.
MK pun tak melepas proses pencalonan presiden dan wakil presiden secara bebas. Para hakim merujuk pada model kepartaian majemuk atau multi-party system. Berdasarkan pola ini, jumlah calon presiden dan wakil presiden maksimal sesuai dengan jumlah partai politik peserta pemilu pada tahun tersebut.
Meski demikian, MK pun tak menutup kemungkinan pencalonan presiden dan wakil presiden bisa dilakukan dengan pembentukan koalisi partai politik.
Mereka pun mengeluarkan acuan kepada pembuat UU yaitu pemerintah dan DPR untuk mengadaptasi putusan ini saat melaksanakan revisi UU Pemilu atau aturan lain yang berkaitan.
Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation.
(azr/frg)