“Dengan demikian, produk yang sudah diotorisasi bisa masuk bursa karbon. [Proses otorisasi] itu akan dilakukan 1—2 bulan ini. Di sisi lain, kewenangan menteri keuangan dalam hal pajak karbon juga sedang difinalisasi untuk insentif dan disinsentif pengembangan bursa karbon. Jadi bukan semata-mata soal pajak saja,” ujar Mahendra.
Tak Hanya Soal Pajak
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bursa karbon juga mencakup kerja sama otoritas fiskal dengan KLHK, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman.
Menurut Sri Mulyani, penerapan mekanisme bursa maupun pajak karbon bukan semata-mata ditujukan untuk mengatrol pendapatan negara dari sektor perpajakan, tetapi untuk mengoptimalkan peran Indonesia dalam mengatasi isu perubahan iklim.
“Untuk penerapan pajak progresif untuk ekspor turunan nikel kadar tinggi —seperti nickel pig iron (NPI), ferronickel (FeNi) hingga nickel matte saat ini masih dibicarakan dengan kementerian-kementerian terkait teknis seperti apa dan keputusannya,” tuturnya.
Untuk diketahui, pembentukan bursa karbon di Indonesia kini memasuki fase yang sangat menentukan. Setelah pengesahan UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan), diharapkan aturan teknis bursa karbon dirilis dalam waktu dekat.
Kalangan ekonom menilai urgensi perangkat aturan bursa karbon dapat mempercepat dampak positif dari potensi ekonomi hijau berbasis alam atau carbon credit potential.
“Bursa karbon sangat diperlukan dalam mendukung percepatan target emisi nol karbon pada 2050 karena sektor yang memiliki unit karbon positif akan mendapat insentif dari skema perdagangan karbon. Mekanisme bursa karbon memang sudah lama ditunggu, tentunya kualitas dari pengaturan teknis penyelenggara bursa karbon menjadi penting,” ujar Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira, belum lama ini.
Selain itu dibentuknya bursa karbon dinilai mampu meningkatkan validasi data yang lebih akurat mengenai transaksi karbon. Di beberapa negara yang telah menjalankan bursa karbon, sisi positif pembentukan bursa karbon membantu penentuan harga acuan unit karbon yang selaras terhadap standar global.
Berkaitan dengan standar acuan bursa karbon di beberapa negara, bentuk penyelenggara bursa karbon yang ideal perlu dipisah dengan bursa efek. Sebagai contoh, penyelenggara bursa karbon di AS adalah Intercontinental Exchange (ICE), sementara untuk bursa efek terdapat New York Stock Exchange (NYSE) dan Nasdaq.
Bhima menjelaskan pentingnya pengaturan bursa karbon dalam RPOJK (Rancangan Peraturan OJK) memberikan ruang kompetisi yang adil kepada setiap penyelenggara yang ingin terlibat. Secara ekosistem, aturan main di bursa karbon sudah selayaknya dibuat berbeda dengan bursa efek.
“Oleh karena itu menjadi aneh kalau ada wacana peraturan khusus dimana bursa efek bisa otomatis jadi penyelenggara bursa karbon. Dalam Pasal 24 UU PPSK, padahal, disebutkan bahwa bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara yang mendapat izin usaha OJK, bukan otomatis berasal dari penyelenggara bursa efek. Kita perlu memastikan aturan teknis khususnya dalam perizinan usaha bursa karbon tidak ekslusif hanya untuk bursa efek tapi terbuka bagi penyelenggara lainnya,” katanya.
Salah satu perbedaan yang paling jelas di dalam bursa karbon terdapat penjual/pembeli dan pedagang karbon, sementara bursa efek lebih berperan memfasilitasi investor dengan emiten.
Fungsi bursa karbon sebagai price discovery (penemuan harga acuan karbon), sementara bursa efek memiliki fungsi pencarian dana bagi emiten. Usulan bursa efek menjadi penyelenggara bursa karbon menimbulkan beragam pertanyaan besar terhadap desain bursa karbon dan efektivitas perdagangan karbon di Indonesia.
Menurutnya, OJK pun perlu hati-hati dalam merumuskan aturan penyelenggara bursa karbon. Dengan melihat bahwa pemain bursa karbon kedepan bisa muncul perusahaan teknologi sebagai penyelenggara yang bukan bagian dari bursa efek.
“Inovasi yang muncul di ekosistem bursa karbon perlu difasilitasi oleh OJK. Khawatir jika dibatasi hanya bursa efek yang otomatis menjadi penyelenggara bursa karbon akan menghambat laju inovasi dan kedalaman pasar karbon. Karena kebingungan dari mekanisme bursa karbon menjadi disinsentif bagi pelaku pasar yang ingin terlibat,” terang Bhima.
(wdh)