Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto menyatakan, BI berada di pasar untuk memastikan keseimbangan supply demand valuta asing terjaga di pasar.
Pelemahan rupiah hari ini menurut BI berlangsung sejalan dengan tekanan yang juga dialami oleh mata uang emerging market, akibat sentimen global yakni sentimen Donald Trump dan potensi divergensi antara AS, China dan Eropa. Itu membuat indeks dolar AS terus kuat, jelas Edi, dilansir dari Bloomberg.
Selain itu, di pasar domestik juga terlihat suplai valas belum normal pada hari pertama bursa kembali dibuka pasca libur akhir tahun.
Mengacu data realtime Bloomberg, rupiah spot akhirnya ditutup di level Rp16.195/US$, turun nilainya 0,57%.
Pelemahan rupiah pada hari bursa pertama 2025 terjadi ketika indeks saham menguat sejak pembukaan pasar dan saat ini makin kuat ke 7.133,52, mencerminkan kenaikan 0,76%.
Adapun di pasar surat utang, tenor 2Y masih naik ke 7,05%. Lalu tenor 5Y masih tinggi di 7,02%. Sedangkan tenor 10Y bertahan di 7%.
Defisit APBN
Pada pembukaan pasar saham pagi tadi, Menkeu Sri Mulyani menyatakan defisit APBN 2024 angkanya lebih kecil ketimbang perkiraan pemerintah di kisaran 2,7% dari Produk Domestik Bruto.
Penerimaan negara membaik pada semester II-2024 sehingga membantu menutup kenaikan belanja pemerintah, kata SMI, demikian akronim populer Menteri Keuangan itu.
"Ini berarti APBN 2024 akan ditutup relatif sehat dan aman yang akan menjadi posisi yang kuat untuk tahun 2025," kata Bendahara Negara.
Defisit APBN 2025 diperkirakan sebesar 2,53% dari PDB, jauh di bawah batas yang ditetapkan Undang-Undang di angka 3%.
Sekitar enam jam sebelum pergantian tahun, Presiden Prabowo Subianto mengejutkan pasar dengan membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12%.
Pembatalan itu juga berarti akan ada sekitar Rp75 triliun potensi tambahan penerimaan negara yang hilang. Dengan skema PPN 12% hanya dikenakan pada barang-barang mewah, penerimaan negara ditaksir hanya bertambah Rp3,2 triliun dari sana, menurut hitungan Muhammad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR-RI, dikutip dari Bloomberg.
Menurut analis, keputusan itu mungkin menjadi kabar baik bagi pertumbuhan ekonomi juga pengendalian inflasi domestik. "Namun, hal itu membuat pemerintah terlihat tidak konsisten dan tidak bijak di mata investor. Investor kini memperhitungkan ketidakpastian regulasi dan risiko fiskal yang lebih besar," kata Lionel Priyadi, Macro Strategist Mega Capital Indonesia.
Hari ini, Badan Pusat Statistik juga melaporkan inflasi tahun 2024 di angka 1,57%. Itu menjadi inflasi terendah sepanjang sejarah Indonesia.
"Inflasi terendah selama ini atau sejak dilakukannya penghitungan inflasi atau sejak indikator inflasi pertama kali dihitung oleh BPS pada 1958," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam Konferensi Pers Indeks Harga Konsumsi (IHK) Desember 2024 siang tadi.
Inflasi tahun 2024 juga lebih rendah ketimbang inflasi saat pandemi Covid-19 mematikan perekonomian.
(rui)