Secara rinci, aturan termuat dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 216 ayat (1), dan Pasal 312 UU P2SK. Aturan POJK yang dimaksud Anda bisa cek di sini.
Jauh sebelum POJK 27/2024 muncul, lembaga ini juga tengah menghadirkan tim Pengawas khusus bidang Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto, dikomandoi oleh Hasan Fawzi.
Targetnya ekosistem berjalan secara efisien dan transparan, berasaskan profesionalisme tata kelola, dengan pembagian tiga fase transisi:
-
Soft landing, berlangsung pada awal masa peralihan
-
Penguatan
-
Pengembangan
Substansi pengawasan kripto yang berpindah ke OJK dilengkapi dengan variabel; Penetapan Daftar Aset Kripto oleh Bursa; Penerapan tata kelola bagi Penyelenggara Perdagangan Aset Keuangan Digital; Pelindungan Konsumen Aset Keuangan Digital; Pencegahan penyalahgunaan pasar Aset Keuangan Digital; dan Pelindungan data pribadi.
Dalam operasional, semua terpusat pada Bursa dengan mereka selanjutkan menentukan aset kripto yang akan masuk dalam daftar. Penambahan atau pengurangan dalam daftar aset kripto bersifat usulan dari pedagang, dan ditetapkan oleh Bursa.
“Sebelum melakukan penetapan Daftar Aset Kripto, Bursa wajib melakukan analisis terhadap setiap Aset Kripto yang akan masuk ke dalam Daftar Aset Kripto. Analisis tersebut dilakukan berdasarkan pedoman penetapan Daftar Aset Kripto yang tercantum dalam peraturan dan tata tertib Bursa,” jelas OJK.
Selama proses transisi, Daftar Aset Kripto yang tercatat di Bappebti masih berlaku hingga Bursa menetapkan daftar terbaru dengan periode maksimal tiga bulan sejak bulan Januari 2025.
Sebelumnya OJK merilis Peraturan OJK (POJK) yang mengatur perdagangan aset digital kripto dan menjadi bagian dari transisi tugas fungsi pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“OJK mengimbau konsumen dan calon konsumen Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto untuk memiliki pemahaman yang baik terkait risiko aset keuangan digital sebagai pertimbangan dalam melakukan transaksi aset keuangan digital, disampaikan Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi – M. Ismail Riyadi.
“Selain itu, dibutuhkan juga peran aktif Penyelenggara Perdagangan Aset Keuangan Digital dalam meningkatkan literasi konsumen.”
(fik/wep)