Belum lagi, kata Ubaid bisa terjadi kemungkinan dampak negatif ketika sekolah libur sebulan saat Ramadan. Anak-anak bisa leluasa bermain gadget selama satu bulan penuh.
"Ya anak-anak full main gadget selama 1 bulan. Ini sangat bahaya. Karena itu libur Ramadan ini bukan full libur, usul saya, ya libur belajar di sekolah tapi diganti menjadi belajar di luar sekolah," tegasnya.
Hal senada juga diutarakan pengamat pendidikan, Ina Liem mengatakan sekolah libur selama sebulan saat Ramadan membuat keefektifan belajar siswa-siswi terganggu.
"Betul, kita sudah banyak libur keagamaan mengingat ada 6 agama resmi di Indonesia," ujar Ina.
Menurut Ina jika ingin diterapkan, lebih baik didiskusikan kepada sekolah-sekolah Islam di bawah Kementerian Agama.
"Silahkan aja didiskusikan. Tapi kalau diterapkan di sekolah lain saya tidak setuju. Perlu diingat, sekolah negeri milik seluruh warganegara yang mana tidak semua muslim. Sekolah swasta juga punya rencana pembelajaran, yang sudah disesuaikan dengan kalender masing-masing, untuk ketuntasan materi yang sudah direncanakan,"imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut bahwa kebijakan libur Ramadan sebenarnya sudah diterapkan di Pondok Pesantren. Saat ini, pemerintah sedang mengkaji kemungkinan pemberlakuan kebijakan serupa di sekolah umum dan swasta.
"Sebetulnya, warga Kementerian Agama, khususnya di Pondok Pesantren, sudah menjalankan libur selama Ramadan. Namun, untuk sekolah-sekolah lain, kebijakan ini masih dalam tahap wacana," kata Nasaruddin kepada media, Selasa (31/12/2024).
Menurut Nasaruddin, kebijakan libur sekolah selama Ramadan bertujuan agar ibadah puasa dapat dijalankan dengan lebih maksimal. Namun, jika kebijakan ini tidak diterapkan, ia tetap berharap para siswa dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik.
"Yang jelas, libur atau tidak, sama-sama kita berharap ibadah puasa tetap berkualitas. Bagi saya, itu yang paling penting," tegasnya.
(dec/spt)