Para investor mengatakan Asia tidak mungkin mengejar ketertinggalannya dalam waktu dekat meskipun valuasi saham-saham Amerika mencapai rekor terendah. Societe Generale SA memperkirakan "masa-masa bearish" pada kuartal pertama, sementara Maybank Securities Pte mengatakan mata uang lokal yang lebih lemah akan membebani arus masuk pasar modal.
"Bursa Asia kemungkinan akan menghadapi ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan baru pemerintahan Trump," kata Tomo Kinoshita, ahli strategi pasar global di Invesco Asset Management Jepang. "Saya tidak memperkirakan valuasi akan membaik pada kuartal pertama."
Indeks MSCI Asia akan mengakhiri Maret di level 185, katanya, yang akan membuatnya kurang dari 2% lebih tinggi dari level penutupan pada akhir tahun 2024.
Meskipun prospek Asia secara keseluruhan suram, sekitar setengah responden mengatakan mereka memperkirakan China akan mengungguli negara-negara lain akibat langkah-langkah stimulus pemerintah.
Sebagian besar faktor negatif telah diperhitungkan, dan valuasi tetap rendah meskipun terjadi rebound yang didorong oleh stimulus kilat Beijing pada akhir September.
Indeks CSI 300 China naik hampir 15% tahun lalu, kenaikan tahunan pertama sejak 2020, di mana sebagian besar kenaikan terjadi pada kuartal terakhir.
Ada potensi kenaikan untuk bursa China karena "investor meremehkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan ekonomi domestik," kata Xin-Yao Ng, direktur investasi di abrdn Plc, yang merekomendasikan untuk membeli saham konsumer berkualitas. Tarif AS mungkin tidak terlalu berat jika Trump dan Presiden Xi Jinping mencapai kesepakatan.
Sekitar sepertiga dari responden mengatakan mereka memperkirakan Jepang akan mengungguli negara-negara regional lainnya lagi setelah Indeks Topix menguat hampir 18% pada tahun 2024.
Bursa Jepang tampak menarik karena pertumbuhan laba perusahaan dan "perbaikan struktural" dalam perekonomian, kata Jack Siu, kepala manajemen portofolio diskresioner untuk Asia di Lombard Odier.
Mereka yang mendukung negara ini mengatakan bahwa jalur kenaikan suku bunga bank sentral kemungkinan besar akan dilakukan secara bertahap.
Risiko terbesar yang dihadapi Asia pada kuartal pertama adalah ancaman kenaikan tarif AS, menurut hampir 70% responden. Yang lainnya mengidentifikasi ketegangan geopolitik atau prospek langkah-langkah stimulus China yang gagal.
Investor harus fokus pada perusahaan dengan arus kas dan neraca keuangan yang kuat. Pasalnya mereka lebih mampu menavigasi tingkat suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama dan menyesuaikan diri dengan rezim tarif AS yang baru, menurut Manulife Investment Management.
RBC Wealth Management Asia mengatakan bahwa investor tidak boleh terburu-buru untuk membeli.
"Kami lebih memilih kejelasan lebih lanjut tentang tarif sebelum menambah lebih banyak alokasi ke bursa Asia," kata Jasmine Duan, ahli strategi investasi senior di manajer investasi tersebut. "Tarif merupakan beban terbesar bagi bursa Asia saat ini. Dan tarif biasanya merugikan semua pihak."
(bbn)