Berdasarkan sejumlah tekanan tersebut, terdapat deretan saham yang mencatatkan koreksi dan minus mencapai 94%, artinya apabila berinvestasi pada saham yang mengalami tekanan hebat, dana investasi kita hanya tersisa 6% saja.
Berikut 10 Saham Terboncos Sepanjang Tahun 2024,
No | Kode Saham | Nama Emiten | Harga Saham | Total Kerugian di 2024 |
1 | BTEK | PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk | Rp3 | 94% |
2 | BEBS | PT Berkah Beton Sadaya Tbk | Rp5 | 90% |
3 | SBAT | PT Sejahtera Bintang Abadi Textile | Rp1 | 88,89% |
4 | ZBRA | PT Dosni Roha Indonesia Tbk | Rp54 | 88,26% |
5 | VIVA | PT Visi Media Asia Tbk | Rp6 | 88% |
6 | KREN | PT Quantum Clovera Investama | Rp6 | 88% |
7 | TFAS | PT Telefast Indonesia Tbk | Rp106 | 84,41% |
8 | ZATA | PT Bersama Zatta Jaya Tbk | Rp9 | 82% |
9 | WMUU | PT Widodo Makmur Unggas Tbk | Rp10 | 80% |
10 | INAF | PT Indofarma Tbk | Rp126 | 78,28% |
Sumber: Riset Bloomberg Technoz
Data riset Bloomberg Technoz menunjukkan emiten pertanian bioteknologi PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK) menempati posisi pertama dengan total kerugian dalam satu tahun di 2024 mencapai 94% di posisi Rp3/saham.
Perusahaan yang bergerak di bidang Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Industri Tanaman Hutan (HTI), dan industri kakao menderita tekanan yang hebat, hingga harga sahamnya jebol ke Rp3/saham imbas penerapan Papan Pemantauan Khusus Full Call Auction (FCA) di mana BTEK memang sudah termasuk saham gocap.
Bergeser ke posisi kedua ditempati oleh PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS) yang mencatatkan koreksi 90% secara tahunan. Posisinya saat ini ada di harga Rp5/saham. Menariknya, saham BEBS pernah menyentuh level Rp2/saham.

Menilik di awal tahun 2024, saham BTEK dan saham BEBS tengah menetap di level Rp50/saham. Level harga tersebut terkunci berbulan-bulan sebelum terbitnya aturan Papan Pemantauan Khusus.
Memang, adanya Papan Pemantauan Khusus memberikan keleluasaan bagi saham yang telah lama berdiam di level Rp50/saham hingga bisa bergerak. Namun, setelah BEI mengimplementasikan kebijakan tersebut, sejumlah saham justru bergerak turun, hingga jatuh dan terbenam di titik terendah.
Bergeser ke posisi selanjutnya ditempati oleh PT Dosni Roha Indonesia Tbk (ZBRA) yang mencatat kejatuhan harga mencapai 88,26% hingga terpeleset di Rp54/saham. ZBRA atau DNR, merupakan Perusahaan yang menghadirkan solusi rantai pasokan end to end yang terintegrasi.

Sampai dengan tutup tahun 2024 dari sisi fundamental, saham ZBRA masih disematkan Notasi Khusus oleh otoritas Bursa dengan Notasi C, disebutkan terdapat kejadian perkara hukum terhadap Perusahaan tercatat Anak Perusahaan tercatat dan atau anggota direksi dan anggota dewan komisaris Perusahaan tercatat yang berdampak material.
Dalam keterbukaan informasi, PT Dosni Roha Indonesia Tbk (ZBRA) didaftarkan ke Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat oleh salah satu krediturnya, PT B. Braun Medical Indonesia pada Kamis 12 Desember 2024.
“Mengenai adanya gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dimohonkan oleh PT B. Braun Medical Indonesia (Permasalahan Hukum), perlu untuk diketahui bersama bahwa pihak Tergugat/Termohon dalam gugatan dimaksud adalah PT Dos Ni Roha sebagai entitas anak dari Perseroan, dan bukan ditujukan kepada Perseroan (PT Dosni Roha Indonesia Tbk),” mengutip penjelasan Perusahaan kepada BEI.
Adapun peristiwa yang melatarbelakangi adanya Permasalahan Hukum ini merujuk pada transaksi jual–beli produk dalam rangka kerja sama distribusi, yang mana kemudian terjadi keterlambatan pembayaran kepada Pemohon.
“Permasalahan Hukum saat ini ditangani oleh kuasa hukum entitas anak,” sebutnya.
(fad/aji)