Logo Bloomberg Technoz

Ini merupakan sebuah langkah yang mendapat dukungan diam-diam dari sejumlah investor dan/atau trader aset kripto.

Buktinya, minat warga China atas token berasal dari berbagai sumber, termasuk melalui kreditur FTX. Beberapa mengatakan, mereka menggunakan platform aset kripto dan mendapat gambaran dari orang dalam industri, tentang cara menghindari larangan Beijing.

Sulit untuk menghapus kripto di Beijing

"Pada dasarnya, larangan [kripto] yang diberlakukan tidak efektif," kata Caroline Malcolm, kepala kebijakan publik global Chainalysis, perusahaan yang mengkhususkan diri dalam melacak transaksi aset digital dunia.

"Sifat cryptocurrency yang sangat terdesentralisasi, serta fakta kalau kripto dapat ditransfer secara  peer-to-peer dan diperdagangkan di bursa global, membuat sulit bagi pemerintah mana pun untuk benar-benar menghapusnya,” jelas Malcolm seperti dilaporkan Bloomberg News.

Kebangkrutan FTX di Amerika Serikat (AS) yang terjadi tujuh bulan lalu menunjukkan bahwa nasabah pada bursa aset Kripto yang berasal dari China menyumbang 8% dari jumlah total keseluruhan pelanggan. Para penasihat FTX telah mencatat lebih dari 9 juta akun pelanggan secara keseluruhan, sementara klaim dari para kreditur mencapai setidaknya US$11,6 miliar (atau sekitar Rp170 triliun).

Persebaran Pengguna FTX di Dunia (Dok Bloomberg)

Jack Ding, seorang  profesional dari Duan and Duan Lawa Firm, yang mengkhususkan dalam regulasi aset kripto mengatakan, ia telah mewakili 6 kreditur China untuk pengajuan klaim FTX dengan nilai US$10 juta (Rp147 miliar). Dikabarkan mereka merupakan bagian dari komite untuk pelanggan asing FTX.

Secara teori, perdagangan kripto dilarang bagi warga China di dalam, dan luar negeri namun sekalig lagi, "sulit untuk dijalankan," kata Ding. “Ini soal sistem kepatuhan di bursa [kripto], dan apakah mereka akan melakukan filter kepada para pemegang paspor China,” tambahnya.

Beijing melakukan tindakan keras terhadap aset digital karena khawatir tentang pencucian uang, arus keluar uang dari China, serta dampak lingkungan yang mengkhawatirkan jika melihat pertambangan Bitcoin selama ini.

Sementara bursa aset kripto seperti Binance, OKX, dan FTX telah menarik investor berisiko di China, yang dulunya merupakan pasar perdagangan Bitcoin terbesar di dunia, untuk meningkatkan pertumbuhan secara global.

Compliance jadi tantangan

Platform transaksi aset kripto kini mencoba memblokir Internet Protokol (IP) Address  tapi jaringan Virtual Private Networks (VPN) mereka dapat mengatasi lewat penyembunyian lokasi.

Dalam sebuah wawancara dengan investor China menunjukkan kejelasan terkait tantangan kepatuhan. Empat orang mengatakan bahwa mereka telah bertransaksi secara aktif di platform aset digital Binance, dan satu orang lagi mengatakan bahwa dia juga telah menggunakan OKX, setelah terjadinya pelarangan, dan pengetatan di Beijing.

Menariknya menurut data CoinGecko, Binance merupakan bursa kripto terbesar, sedangkan OKX menempati peringkat kedua, pada volume 24 jam terakhir.

Kelima orang tersebut berbicara karena frustasi atas penangguhan akun mereka saat ini, dan juga periode sebelumnya. Empat orang, yang tinggal di China, mengatakan bahwa mereka telah melewati prosedur kenal-customer (Know Your Customer/KYC) menggunakan identifikasi China.

OKX menolak untuk berkomentar tentang masalah ini. Juru bicara Binance mengatakan perusahaan tidak beroperasi di China atau dengan menggunakan teknologi apa pun, termasuk server atau data, yang berbasis di sana.

‘Great firewall’

“Setelah pelarangan dan juga pengetatan pada September 2021, platform Binance, termasuk situs web dan aplikasi, telah diblokir di 'Great Firewall',” papar Binance, mengacu pada sistem yang digunakan China untuk memutuskan internetnya dari seluruh dunia.

Seorang investor Tiongkok keenam, David Jin, mengatakan bahwa ia tinggal di Silicon Valley dan memiliki US$8 juta (Rp117 miliar) aset kripto yang dibekukan di Binance sejak Juli atas permintaan polisi di kota Chongqing, Tiongkok.

David Jin menambahkan bahwa polisi tengah menyelidiki token yang diduga terkait dengan kasino ilegal yang beroperasi online. Jin sendiri telah membantah tuduhan ini.

Seorang petugas polisi dari Chongqing bernama Mu yang bertanggung jawab atas kasus tersebut, tidak merespons banyak permintaan untuk memberikan komentar.

Juru bicara Binance mengatakan mereka taat pada aturan, termasuk jika ada permintaan informasi terkait hukum dan pertanyaan dari pihak berwenang soal investigasi, tuntunan, tindakan, sita dan aktivitas yang mencurigkana.

Namun, Binance juga berhak menolak permintaan penegak hukum yang tidak memenuhi kriteria, tidak memiliki tujuan, atau pendekatan penyelidikannya dilakukan tidak benar.

Ada apa dengan dominika?

Pada Maret kemarin, Bloomberg News melaporkan bahwa bursa aset kripto besar lainnya, Huobi Global, memberikan opsi kepada pengguna China untuk mengajukan "identitas digital" dengan domain pada sebuah negara kecil, pulau Dominika. Setelah terdaftar, profil mereka telah menjadi warga negara Dominika, menurut sumber yang mengetahui skema ini.

Huobi telah mengatakan tidak beroperasi di China, dan IP address di China "dilarang ketat" untuk mengakses platform Huobi. User Huobi bisa berasal dari negara manapun, selain China. "Huobi telah keluar dari pasar China dan melarang pengguna China untuk mendaftar atau masuk," kata perusahaan tersebut secara tegas.

Bank Sentral China, mengumumkan pelarangan aset digital pada September 2021. Mereka sampaikan semua transaksi terkait kripto bersifat ilegal. Sampai dengan saat ini Bank Sentral China belum memberikan tanggapan lagi atas permintaan warga China untuk melakukan perdagangan aset virtual.

Sejak pelarangan tersebut, regulator China belum mengumumkan sanksi terhadap bursa asing mana pun yang mendaftarkan pengguna dari daratan China.

Aktivitas Perdagangan Aset Kripto di China (Data Bloomberg)

Malcolm dari Chainalysis mengatakan bahwa larangan tersebut entah tidak efektif atau diberlakukan dengan longgar. Rata-rata nilai bulanan aliran aset kripto ke China masih sekitar US$17 miliar (Rp250 triliun), menurut perkiraan Chainalysis.

Jika pada suatu saat sektor aset kripto dilegalisasi di China pada masa depan, "sangat mungkin akan memicu gelombang permintaan aset kripto yang tinggi," pungkas Malcolm.

(bbn)

No more pages