Sambil Tunggu Utang IMF, Sri Lanka Tahan Suku Bunga di 15,5%
News
25 January 2023 11:01
Bloomberg Technoz, Jakarta - Sri Lanka menahan bunga acuannya di posisi 15,5%, Kamis (25/1/2023), tidak berubah dalam empat pertemuan bank sentral berturut-turut. Keputusan itu diambil setelah bank sentral The Central Bank of Sri Lanka melihat laju inflasi di negara yang nyaris bangkrut itu mulai melandai. Bahkan otoritas moneter memperkirakan tingkat inflasi Sri Lanka akan kembali ke level satu digit pada 2023.
Mulai jinaknya inflasi memberikan otoritas moneter lebih banyak ruang untuk mendukung perekonomian yang terhenti sejak tahun 2022 akibat krisis utang. Pada Desember 2022, inflasi Srilanka menembus 57,2%, level itu sudah menurun dari puncak setinggi 69,8% pada September 2022. Tingkat inflasi itu diprediksi akan terus melandai hingga ke level ideal 4-5% pada akhir tahun, menurut prediksi bank sentral awal bulan ini.
Sepanjang 2022 lalu, bank sentral sudah menaikkan bunga hingga 950 basis poin sebagai langkah merespon laju inflasi yang makin menggila di negeri itu. Perekonomian Sri Lanka terpuruk karena pandemi telah mematikan industri pariwisata mereka, sedangkan bisnis tersebut menjadi sumber pendapatan terbesarnya. Pendapatan yang jatuh ditambah krisis energi menjadi kombinasi mematikan bagi negeri di Asia Selatan itu.
“Kebijakan moneter yang ketat tetap dipertahankan untuk memastikan inflasi terkendali,” kata bank sentral seperti yang diumumkan dalam situsnya. Dengan mempertahankan bunga di level tersebut ditambah kebijakan fiskal yang ketat, bank sentral berkeyakinan ekspektasi inflasi akan melandai.
Sri Lanka saat ini tengah menunggu uluran tangan dari lembaga moneter internasional (IMF) supaya tidak terbenam semakin parah ke dalam resesi. Program dana talangan dari IMF senilai US$ 2,9 miliar atau setara Rp 43,29 triliun itu masih tertunda. Padahal Sri Lanka sangat berharap dana bantuan itu bisa segera diterima untuk membuka lebih banyak peluang pembenahan ekonomi.