Di level Asia Tenggara, rupiah jadi mata uang terlemah di antara negara-negara ASEAN-5. Hanya ringgit Malaysia yang mampu membukukan penguatan sepanjang 2024, yang membuat mata uang Negeri Harimau Malaya bahkan menjadi yang terbaik di Asia.
Defisit Kembar
Apa mau dikata, fundamental rupiah memang boleh dibilang lemah. Berpijak di landasan yang rapuh, tidak heran rupiah mudah terjatuh.
Saat ini ekonomi Indonesia berjalan dengan defisit kembar alias twin deficit. Itu menyebabkan pasokan valas mudah ‘terbakar’ sehingga tidak mampu menyokong penguatan rupiah.
Defisit pertama adalah transaksi berjalan (current account). Ini adalah neraca yang menggambarkan ekspor-impor barang dan jasa.
Pasokan valas dari pos ini lebih bertahan lama, jangka panjang, ketimbang yang datang dari investasi portofolio di pasar keuangan (hot money). Jadi, tidak heran transaksi berjalan merupakan fundamental penting bagi mata uang sebuah negara.
Pada 2023, misalnya, transaksi berjalan Indonesia membukukan defisit US$ 1,57 miliar atau 0,11% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit kedua adalah fiskal. Saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih defisit, maka pemerintah harus menambalnya dengan menarik utang.
Kala utang itu datang dari luar negeri, maka kebutuhan valas pemerintah meningkat. Hasilnya, rupiah akan tertekan.
Defisit transaksi berjalan dan defisit fiskal kerap disebut sebagai defisit kembar alias twin deficit. Sayangnya, ini membuat fundamental penyokong rupiah menjadi rapuh.
Dengan fundamental yang rapuh tersebut, maka tidak heran rupiah dalam tren melemah. Tanpa perbaikan struktural, sulit bagi twin deficit untuk pergi dan rupiah akan terus dihantui depresiasi.
(aji)