Berikut perjalanan kebijakan BI-Rate beserta sentimen yang mengelilinginya sepanjang 2024:
Januari
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 16-17 Januari 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Pada awal tahun, BI menilai pertumbuhan ekonomi dunia melambat, meski ketidakpastian pasar keuangan mereda. Saat itu, ekonomi global diperkirakan tumbuh 3% pada 2023 dan melambat menjadi 2,8% pada 2024. Ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tetap kuat didukung konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara itu, ekonomi China melambat seiring dengan tetap lemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi sebagai dampak lanjutan dari pelemahan kinerja sektor properti, serta terbatasnya stimulus fiskal.
Penurunan inflasi di negara maju, termasuk AS, berlanjut, meski masih berada di atas sasaran. Sementara itu, inflasi China menurun dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat. Siklus kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR) di AS, diperkirakan telah berakhir meskipun masih bertahan tinggi pada semester I 2024, dengan kemungkinan akan mulai menurun pada semester II 2024. Yield obligasi pemerintah negara maju, termasuk US Treasury, menurun secara gradual tapi masih berada di level tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah AS.
Februari
BI memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate di level 6%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Pada bulan kedua 2024, bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi sebelumnya, yakni 3,1% pada 2023 dan 3% pada 2024, meski ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.
Perbaikan terutama ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi AS dan India sejalan dengan konsumsi dan investasi yang tinggi. Sementara itu, eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut dapat mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunan inflasi global. Perkembangan ini mengakibatkan ketidakpastian di pasar keuangan dunia masih tinggi.
FFR di AS diperkirakan baru mulai turun pada semester II 2024, sejalan dengan inflasi AS yang masih tinggi. Yield US Treasury kembali meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang. Perkembangan tersebut menyebabkan menguatnya dolar AS secara global, menahan berlanjutnya aliran masuk modal asing, dan meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market. Kondisi ini memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.
Maret
BI memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Momentum pemulihan ekonomi global berlanjut, di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi AS tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. India juga tumbuh lebih baik dari prakiraan didukung oleh investasi pemerintah dan swasta. Sementara itu, prospek ekonomi China tetap belum kuat, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya didorong peningkatan stimulus fiskal.
Harga komoditas meningkat didorong oleh naiknya biaya angkut karena ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan akibat faktor cuaca. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan laju penurunan inflasi global tertahan, dengan inflasi di negara maju masih di atas targetnya.
FFR diperkirakan baru menurun pada semester II 2024. Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar. Perkembangan ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market.
April
BI memutuskan untuk menaikkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,50%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 7,00%. Kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran pemerintah
Bank sentral menilai dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan risiko dan ketidakpastian meningkat karena perubahan arah kebijakan moneter AS dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi AS mendorong spekulasi penurunan FFR yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.
Perkembangan ini dan besarnya kebutuhan utang AS mengakibatkan terus meningkatnya yield US Treasury dan penguatan dolar AS semakin tinggi secara global. Semakin kuatnya dolar AS juga didorong oleh melemahnya sejumlah mata uang dunia seperti Yen Jepang dan Yuan China. Ketidakpastian pasar keuangan global semakin buruk akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
Mei
BI mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%. Ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik, termasuk fiskal akomodatif, dan kenaikan ekspor. Inflasi AS tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat tersebut, meski melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2024. Perkembangan inflasi ini meningkatkan kemungkinan penurunan FFR pada akhir tahun 2024.
Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 tidak berlanjut. Berbagai kondisi ini berdampak positif pada tertahannya penguatan dolar AS secara global dan menurunnya yield US Treasury dibandingkan dengan kondisi pada pertengahan April 2024, meski masih berada pada level yang tinggi. Aliran modal ke negara berkembang kembali terjadi dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukarnya.
Juni
BI menahan BI-Rate sebesar 6,25%. Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diperkirakan mencapai 3,2%, lebih tinggi dari prakiraan awal, terutama dengan lebih baiknya pertumbuhan India dan China. Ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan peningkatan ekspor dengan penurunan inflasi AS yang masih berjalan lambat. Kondisi ini mendorong FFR diprakirakan baru akan turun pada akhir tahun 2024.
Divergensi kebijakan moneter negara maju ini serta masih tingginya ketegangan geopolitik menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi. Berbagai perkembangan tersebut, dan dengan tingginya yield US treasury, menyebabkan menguatnya nilai tukar dolar AS sehingga meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.
Juli
BI menahan BI-Rate di level 6,25%. Pertumbuhan ekonomi AS tetap baik ditopang oleh konsumsi dan stimulus fiskal. Ekonomi Eropa diprakirakan tumbuh lebih tinggi didorong oleh perbaikan ekspor dan investasi. Sementara itu, ekonomi China belum kuat dipengaruhi lemahnya permintaan domestik.
Inflasi AS pada Juni 2024 lebih rendah dari prakiraan dipengaruhi oleh inflasi energi dan perumahan yang menurun. Hal ini mendorong prakiraan penurunan suku bunga kebijakan AS (FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya pada akhir tahun 2024, di tengah yield US Treasury 10 tahun yang tetap tinggi karena kebutuhan defisit anggaran Pemerintah AS. Ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi serta ketegangan geopolitik yang belum mereda mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas.
Agustus
BI menahan BI-Rate di level 6,25%. Ekonomi AS diperkirakan mulai melambat pada semester II 2024, seiring dengan penurunan permintaan domestik. Sementara itu, ekonomi China belum kuat, dan ekonomi Eropa terus membaik. Perlambatan ekonomi AS berdampak pada meningkatnya pengangguran dan menurunnya inflasi yang lebih cepat ke arah sasaran inflasi jangka panjang sebesar 2%. Perkembangan ini mendorong kuatnya ekspektasi penurunan FFR yang lebih cepat dan lebih besar dari prakiraan.
Hal tersebut kemudian menyebabkan penurunan yield US Treasury tenor 2 tahun, yang diikuti dengan penurunan yield US Treasury tenor 10 tahun, dan pelemahan dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia. Ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai mereda. Perkembangan tersebut mendorong meningkatnya aliran masuk modal asing dan memperkuat mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia. Ke depan, risiko terkait kekhawatiran resesi di AS dan dinamika geopolitik perlu terus dicermati.
September
BI menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps dari 6,25% menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.
Ketidakpastian kebijakan moneter negara maju semakin mereda sejalan dengan terus melambatnya tekanan inflasi global. Di AS, inflasi diperkirakan semakin mendekati sasaran inflasi jangka menengah sebesar 2% di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka pengangguran. Perkembangan ini mendorong prospek penurunan FFR yang lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan semula. Sejalan dengan itu, yield US Treasury tenor 2 tahun menurun lebih besar sehingga menjadi lebih rendah dari yield US Treasury 10 tahun. Indeks mata uang AS terhadap mata uang negara utama (DXY) juga melemah.
Bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB) dan bank sentral China, People Bank of China (PBoC) kompak menurunkan suku bunga. Berbagai perkembangan ini mendorong semakin meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Kejelasan arah penurunan suku bunga negara maju khususnya AS diprakirakan akan semakin mendorong aliran masuk modal asing dan memperkuat stabilitas eksternal negara berkembang. Perkembangan ini akan mendukung kebijakan ekonomi negara berkembang untuk tujuan ekonomi domestiknya dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oktober
BI mempertahankan BI-Rate sebesar 6%. Fokus kebijakan moneter jangka pendek pada stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi.
Ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat, di tengah konvergensi kebijakan moneter negara maju. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah mendorong meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Inflasi global dalam tren penurunan sehingga mendorong konvergensi pelonggaran kebijakan moneter, khususnya di negara maju.
Di AS, rilis tingkat pengangguran terkini menunjukkan perbaikan di tengah prospek inflasi yang lebih rendah sehingga mendorong ekspektasi pelaku pasar terhadap penurunan FFR yang lebih rendah dari prakiraan semula. Hal tersebut menyebabkan kenaikan yield US Treasury tenor 2 dan 10 tahun dan indeks dolar AS (DXY).
November
BI mempertahankan BI-Rate di level 6%. Risiko perekonomian global semakin tinggi disertai dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan. Perkembangan politik di AS diprakirakan akan diikuti dengan arah kebijakan fiskal lebih ekspansif dan strategi ekonomi berorientasi domestik (inward looking policy), termasuk penerapan tarif perdagangan yang tinggi dan kebijakan imigrasi yang ketat. Perkembangan ini akan berdampak pada risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi dan kembali meningkatnya inflasi dunia.
Di AS, proses penurunan inflasi akan berjalan lebih lambat sehingga penurunan suku bunga FFR diprakirakan juga akan lebih terbatas. Sementara itu, kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar mendorong kembali meningkatnya yield US Treasury baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Perubahan politik di AS tersebut telah berdampak pada menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS. Akibatnya, tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia semakin tinggi dan terjadi aliran keluar portofolio asing, termasuk dari negara Emerging Market (EM).
Desember
BI mempertahankan BI-Rate di level 6%. Rencana kebijakan perdagangan di AS melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia. Perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diperkirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024. Inflasi dunia meningkat dibandingkan prakiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai suplai.
Di AS, penurunan FFR diprakirakan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut. Sementara itu, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang. Penguatan mata uang dolar AS secara luas terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS. Hal ini meningkatkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.
(lav)