Apabila kembali tembus, maka rupiah rasanya bisa melemah lagi menuju Rp 16.300/US$ yang menjadi target paling pesimistis atau support terjauh.
Adapun dalam tren jangka menengah (mid-term), rupiah masih ada potensi untuk menguat. Resisten yang patut dicermati adalah Rp 16.200/US$ dan, dan selanjutnya Rp 16.100/US$ sampai. Resisten potensial adalah Rp 16.050/US$.
Dolar Perkasa
Apa boleh buat, dolar AS memang terlalu kuat. Pada pukul 08:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) menguat tipis 0,02% ke 107,996.
Dalam sebulan terakhir, indeks ini menguat 2,09%.
Dolar AS menguat setelah Donald Trump memenangi Pilpres AS November lalu. Kemenangan Trump membuat pasar berekspektasi kebijakan serupa pada 2017-2021 akan kembali diterapkan.
Kebijakan fiskal AS pada era Trump diperkirakan bakal ekspansif, misalnya dengan pemotongan tarif pajak. Saat fiskal ekspansif, maka defisit anggaran akan membengkak sehingga pemerintah AS akan makin gencar masuk ke pasar dengan penerbitan obligasi.
Saat pasokan obligasi melimpah, maka harga akan turun dan imbal hasil (yield) akan naik. Kenaikan yield akan membuat aset-aset berbasis dolar AS menjadi menarik, dan ini menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Trump juga diperkirakan bakal menerapkan kebijakan luar negeri yang agresif, dengan berbagai tarif bea masuk. Akibatnya, harga barang dan jasa di Negeri Adidaya akan naik (karena bea masuk lebih mahal) sehingga menciptakan tekanan inflasi.
Ketika laju inflasi terakselerasi, maka ruang penurunan suku bunga acuan menjadi mengecil. Hasilnya, suku bunga di AS masih tetap tinggi, masih menarik, sehingga menjadi primadona para investor.
Perkembangan ini membuat dolar AS menjadi perkasa, sulit tertandingi. Rupiah pun lemas, sulit melawan dan bangkit dari tekanan.
(aji)