Dengan acuan kurs JISDOR Rp14.674 per dolar AS pada 5 Mei, maka nilai utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun itu setara dengan Rp999,15 triliun.
Sebagai gambaran lebih terperinci, dari total nilai utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo kurang dari setahun itu, sebesar US$14,66 miliar adalah utang luar negeri pemerintah, lalu sebesar US$961 juta merupakan ULN bank sentral (Bank Indonesia). Sedangkan utang luar negeri pihak swasta yang akan jatuh tempo dalam tempo kurang dari setahun ke depan, nilainya mencapai US$52,46 miliar.
Sementara total nilai utang luar negeri Indonesia yang akan jatuh tempo dalam kurun waktu di atas setahun mencapai US$332,02 miliar terdiri atas utang pemerintah US$177,61 miliar, utang bank sentral US$8,29 miliar dan utang luar negeri swasta senilai US$146,11 miliar.
Total nilai utang luar negeri Indonesia per akhir Februari lalu mencapai US$400,11 miliar. Nilai itu setara dengan Rp5.871,06 triliun.
Rupiah Mulai Tertekan
Nilai tukar rupiah hari ini melanjutkan tekanan yang sudah dialami pada akhir pekan lalu. Pairing USD/IDR melompat lagi ke zona Rp14.700 mencatat kenaikan tertinggi sejak 18 April dan membawa rupiah melemah.
Rupiah tertekan meski beberapa data makro ekonomi domestik memberikan kabar positif seperti pertumbuhan ekonomi kuartal I-2023 yang melampaui ekspektasi dengan capaian di atas 5%.
Namun, tekanan eksternal lebih kuat dihadapi oleh rupiah saat ini yang mendorong para pelaku pasar melakukan aksi profit taking atas rupiah. Data terbaru perekonomian Amerika yang memperlihatkan kondisi terkini pasar tenaga kerja Amerika masih ekspansif pada April lalu.
Angka non-farm payrolls April melebihi ekspektasi pasar menjadi 253.000 pekerjaan, naik dari posisi 165.000 pada Maret dan jauh di atas konsensus perkiraan ekonom sebesar 180.000. Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 3,4% pada April, dari posisi 3,5% pada Maret.
Pelemahan nilai tukar rupiah kemungkinan akan terus berlanjut dengan tren kenaikan permintaan dolar AS pada Mei.
Perhitungan analis Bahana Sekuritas, pada Mei ada sekitar US$4,5 miliar utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo. Angka itu setara dengan Rp66,03 triliun.
Adapun kebutuhan dividen dari 12 perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia diperkirakan mencapai Rp140 triliun tahun ini, naik 20% dari tahun lalu sebesar Rp121,8 triliun.
Di saat yang sama, kebutuhan impor minyak dan gas oleh PT Pertamina (Persero) dan pembelian valasnya sekitar US$2,5 miliar - US$3 miliar sebulan.
"Ujian sebenarnya bagi kekuatan nilai tukar rupiah akan datang pada Mei nanti saat permintaan terhadap dolar AS akan naik tajam dari impor, pembayaran dividen dan pembayaran utang dolar AS,” kata Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, dalam catatan analisis yang diterima Bloomberg Technoz, pada pertengahan April lalu.
(rui)