Logo Bloomberg Technoz

Insentif Pajak Smelter Nikel RKEF Dicabut, Apa Dampaknya?

Rezha Hadyan
08 May 2023 12:10

Ilustrasi pabrik feronikel (dok PT Aneka Tambang Persero)
Ilustrasi pabrik feronikel (dok PT Aneka Tambang Persero)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Penghapusan tax holiday untuk investasi baru fasilitas pengolahan atau smelter bijih nikel berbasis rotary kiln-electric furnace (RKEF) dinilai sebagai kebijakan yang belum tepat dilakukan pemerintah saat ini. 

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada berpendapat kebijakan disinsentif tersebut tidak sejalan dengan upaya pemerintah mendorong penghiliran untuk meningkatkan daya saing nasional atau menciptakan efek berganda bagi perekonomian.

Terlebih, jelasnya, produksi nikel Indonesia saat ini menempati peringkat pertama dunia yakni sebesar 1 juta ton, melebihi Filipina (370 ribu ton) dan Rusia (250 ribu ton). Penghiliran nikel juga terbukti berkontribusi positif sebesar 2,17% terhadap total ekspor nonmigas pada 2022.

“Seharusnya untuk mendorong penghiliran itu justru tidak hanya memberikan tax holiday, tetapi juga insentif lainnya. Tujuannya selain menarik investor untuk masuk ke Indonesia juga membuat produk yang diekspor menjadi lebih kompetitif dan meningkatkan permintaan,” ujarnya saat dihubungi, Senin (8/5/2023).

Menurut Fahmy, kendati smelter bijih nikel yang berbasis RKEF di Indonesia sudah banyak, bukan berarti insentifnya harus dibatasi. Dia juga menilai rencana pemerintah membatasi pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite tidak urgen untuk dilakukan.