Keduanya harus mengurangi jumlah karyawan dan produksi di China, sementara Mitsubishi Motors Corp, yang mungkin juga berpartisipasi dalam kombinasi Honda-Nissan, telah menarik diri dari pasar mobil terbesar di dunia.
Penjualan Honda di China turun 28% pada bulan November dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2023, sementara produksinya merosot 38% dari tahun ke tahun.
Pengeluaran apa pun yang mungkin perlu dilakukan Honda untuk mengejar ketertinggalannya, dapat dipengaruhi oleh pembelian kembali (buyback) amnya senilai ¥1,1 triliun atau sekitar US$7 miliar, kata S&P Global Inc dalam sebuah laporan.
“Pembelian kembali saham berskala besar tidak berkontribusi pada penguatan basis bisnis di masa depan dan mengakibatkan arus keluar modal,” kata perusahaan pemeringkat tersebut.
Honda mengumumkan pembelian kembali saham pada hari Senin. Batas atas pembelian kembali adalah 24% dari saham yang diterbitkan. Saham Honda ditutup naik 0,8% pada hari Rabu.
Penjualan Nissan di China turun 15,1% pada bulan November sementara produksi lokal merosot 26%.
Secara global, penjualan Honda bulan lalu turun 6,7% menjadi 324.504 unit sementara produksi jatuh 20,4%. Penjualan Nissan di seluruh dunia turun 1,3% dari tahun ke tahun di bulan November menjadi 278.763 unit, sementara produksi mengalami penurunan yang lebih besar, 14,3%.
Honda dan Nissan juga akan menjadi ancaman bagi Toyota Motor Corp, yang merupakan produsen mobil terbesar di dunia, diikuti oleh Volkswagen AG asal Jerman. Penjualan globalnya stagnan di bulan November karena permintaan yang lesu serta jeda produksi di dua pabriknya.
Penjualan Toyota - termasuk dari anak perusahaannya, Daihatsu Motor Co dan Hino Motors Ltd - mencapai 984.348 unit bulan lalu, kata produsen mobil Jepang itu pada hari Rabu, turun 0,2% dibandingkan November 2023. Produksi turun 9,4% tahun ke tahun menjadi 966.921 unit.
Bisnis Toyota juga merasakan tekanan dari kendaraan listrik buatan lokal China serta persaingan ketat atas mobil hybrid bensin-listrik di AS. Seperti Honda dan Nissan, penguasaan mereka di pasar di seluruh Asia Tenggara juga terus terkikis oleh para pesaing dari China.
Secara lebih luas, permintaan global yang lebih lemah tahun ini untuk mobil-mobil baru diperparah oleh pengurangan produksi di Toyota yang disebabkan oleh pemeriksaan peraturan dan penarikan kembali di Jepang dan luar negeri.
Produksi antara Januari dan November turun 7,3% di Jepang dan 15,2% di China untuk Toyota, sekali lagi menggarisbawahi meningkatnya persaingan di negara dengan ekonomi terbesar di Asia ini.
Produksi Toyota di China, atau kendaraan yang berada di luar jalur pengiriman dan bukan penjualan ke konsumen akhir, turun 1,6% dari tahun ke tahun pada bulan lalu.
Namun, para investor mengabaikan penjualan Toyota yang stagnan setelah laporan Nikkei bahwa perusahaan ini berencana untuk melipatgandakan target laba atas ekuitas menjadi 20%. Imbal hasil ekuitas Toyota dalam beberapa tahun terakhir berkisar antara 9% hingga sedikit di bawah 16%, kata Nikkei.
Saham Toyota naik sebanyak 4,4%. Seorang juru bicara mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Toyota “tidak memiliki target atau tenggat waktu yang eksplisit” untuk laba atas ekuitas.
(bbn)