Logo Bloomberg Technoz

Jadi Tersangka Suap, KPK Cekal Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Pramesti Regita Cindy
25 December 2024 11:20

Hasto Kristiyanto (Dok. PDIP)
Hasto Kristiyanto (Dok. PDIP)

Bloomberg Technoz, Jakarta -  Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berpergian keluar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menegaskan, ketika sebuah kasus naik, maka hal ini juga turut diikuti dengan pencekalan terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Kemudian juga terhadap orang-orang yang diduga memiliki informasi dan akan menyulitkan apabila berada atau ke luar negeri.

"Jadi pencekalan serta merta dilakukan," ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, dikutip Rabu (25/12/2024).

Selain itu, Asep turut menyebut KPK sudah bersurat ke Direktorat Jenderal Imigrasi, sehingga pencegahan Hasto keluar negeri akan dilakukan selama enam bulan.

"Pencekalan seperti biasa enam bulan," terangnya.

Kronologi Penangkapan Hasto Kristiyanto

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekjen PDIP tersebut diketahui turut ikut berperan dalam kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI ke komisioner KPU Wahyu Setiawan, yang melibatkan Harun Masiku.

Ketua KPK Setyo Budianto menyatakan, dugaan suap tersebut dilakukan untuk memperlancar upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI 2019-2024, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan orang kepercayaan Hasto, Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka.

“Bahwa pada saat penyidikan berkas perkara Harun Masiku dan upaya pencarian DPO Harun Masiku sedang berlangsung, penyidik menemukan bukti keterlibatan HK selaku Sekjen PDI Perjuangan dan DTI selaku orang kepercayaan HK,” ucap Setyo dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (24/12/2024).

Setyo mengatakan bahwa dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto berperan mengatur dan mengendalikan Saeful Bahro dan Donny dalam memberikan suap kepada Wahyu.

"Menurutnya, Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil I Sumsel.

“Saudara HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui Tio,” tegas Setyo.

Hal tersebut bermula saat proses pemilihan legislatif tahun 2019 ketika Harun Masiku hanya mendapatkan 5.878 suara. Sementara, Riezky Aprilia mendapatkan suara terbanyak kedua dalam pemilihan yakni 44.402 suara.

Dengan begitu, seharusnya Riezky Aprilia yang menggantikan Nazarudin Kiemas. Namun Hasto upaya untuk memenangkan Harun. Ia mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA).

Namun, KPU tidak dapat melaksanakan keputusan Judicial Review ke MA tersebut. Lantas, Hasto meminta fatwa kepada MA agar KPU menjalankan Fatwa yang dikeluarkan.

“Selain upaya-upaya tersebut, HK secara paralel mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti Harun Masiku. Namun ditolak Riezky. Saudara HK juga pernah meminta Saeful Bahri menemui Riezky di Singapura dan meminta mundur. Namun ditolak oleh Riezky,” ucap Setyo.

Setyo mengungkap, Hasto sempat menahan surat undangan pelantikan anggota DPR atas nama Riezky, dan memintanya untuk mundur setelah pelantikan. Namun, sederet upaya tersebut tak kunjung berhasil.

Sehingga, Hasto bekerja sama dengan harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny, untuk melakukan penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio.

Dalam kaitan itu, KPK mengungkapkan bahwa Wahyu merupakan kader PDI Perjuangan yang menjadi Komisioner KPU.

“Bahkan pada tanggal 31 Agustus 2019, HK menemui Wahyu untuk meminta memenuhi dua usulan yang diajukan DPP, yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel,” terang Setyo.

Ia mengklaim penetapan Hasto sebagai tersangka murni penegakan hukum dan bukan merupakan upaya politisasi, meskipun tangan kanan Megawati Soekarnoputri tersebut baru ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2024, hampir 5 tahun sejak kasus ini bergulir di 2019.

Keputusan KPK dilakukan setelah penyidik memiliki alat bukti yang cukup untuk menjerat Hasto. Utamanya setelah pihaknya melakukan proses penyidikan dalam pencarian Harun Masiku, pemeriksaan saksi, dan alat bukti lainnya.

“Murni penegakan hukum. Kemudian [terkait] kongres [PDIP], ada pihak-pihak yang akan mengganggu, selama ini  kami pimpinan sama sekali tidak ada informasi, masukan, dan lain-lain, terkait masalah kongres atau segala macam,” klaim Setyo.

Dalam ekspose yang dilakukan, Setyo menyatakan, seluruh pimpinan KPK termasuk Deputi Penindakan hadir secara lengkap dalam menetapkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terkait penetapan tersangka dan penindakan Hasto.

"Sehingga menurut saya keputusannya diambil secara akurat dan itulah yang menjadi sprindik tersebut," tuturny