Menurut dia, tindak pidana korupsi tidak termasuk dalam sektor yang dapat diterapkan denda damai, sebagaimana tertuang dalam Pasal 35 (1) huruf k, UU Kejagung.
“Kecuali ada definisi yg memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi,” ungkap Harli.
Dirinya menjelaskan, denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar sejumlah uang yang disetujui oleh Jaksa Agung. Namun, hal itu hanya dapat diterapkan dalam perkara tindak pidana ekonomi.
“Pengertian TP Ekonomi sebagaimana tersurat dalam Pasal 1 UU No. 7 Darurat Tahun 1955,” pungkas dia.
Sebagai informasi, Menkum Supratman Andi Agtas menyatakan pemberian pengampunan bagi koruptor dapat dilakukan melalui pengenaan denda damai.
Supratman menjelaskan, saat ini Kejaksaan Agung (Kejagung) memiliki kewenangan dalam menjalankan mekanisme denda damai, sebab diatur dalam peraturan perundang-undangan Kejaksaan baru.
“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan (memberi pengampunan kepada koruptor) karena Undang-undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/12/2024).
Kendati begitu, Supratman mengatakan implementasi denda damai masih menunggu aturan turunan dari Undang-Undang Kejaksaan. Ia mengklaim pemerintah dan DPR telah sepakat agar aturan turunan itu berbentuk Peraturan Jaksa Agung.
“Peraturan turunannya yang belum. Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung,” ucapnya.
(wep)